Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image zulfalailatus syarifah

Wonoboyo Bangkit: Refleksi Bencana dan Upaya Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan

Agama | 2025-02-05 13:58:30

Banjir bandang susulan kembali menerjang Desa Wonoboyo, Kecamatan Klabang, Kabupaten Bondowoso, Selasa (4/2/2025) petang. Banjir kali ini bahkan lebih deras dari banjir yang terjadi sebelumnya pada Senin (3/2/2025) petang. Akibatnya, delapan RT terdampak banjir bandang, yakni RT 1, 2, 3, 4, 7, 8, 10, dan 11. Sebanyak 37 rumah rusak, dengan rincian 12 rumah rusak berat dan 25 rumah rusak ringan. 96 warga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Selain rumah rusak, ada dua ekor ternak yang hanyut terbawa arus banjir. Berdasarkan informasi yang didapat, banjir bandang terjadi dikarenakan intensitas hujan yang sangat tinggi dan plengsengan saluan irigasi air yang jebol. Hingga membuat air meluap ke rumah-rumah warga. (beritajatim.com)

Kurangnya investasi pada mitigasi menunjukkan bahwa isu ini diabaikan oleh pemerintah daerah

Pemerintah Desa Wonoboyo sebelumnya telah mengajukan pembangunan tanggul bronjong, namun tidak pernah ditindaklanjuti. Padahal, tanggul tersebut sangat penting untuk melindungi rumah warga yang berada di tepi sungai dari risiko banjir. Sayangnya, sebelum pembangunan bronjong terealisasi, banjir bandang sudah lebih dulu melanda.

Kepala Desa Wonoboyo, Tubaini, mengungkapkan kekecewaannya karena pengajuan mereka tidak pernah digubris, sehingga kejadian yang mereka khawatirkan akhirnya terjadi. Ketidakpedulian pemerintah ini jelas merupakan masalah serius yang dapat mengancam keselamatan dan kesejahteraan warga. Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Bina Marga, Sumber Daya Air dan Bina Konstruksi Kabupaten Bondowoso, Dadan Kurniawan, menyatakan bahwa pihaknya masih dalam proses menginventarisasi kerusakan infrastruktur akibat bencana ini.

Solusi teknis belum menyentuh akar masalah

Bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini memang seharusnya menjadi momentum untuk introspeksi diri. Namun, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa bencana ini sebenarnya bersifat sistemis. Hal ini terlihat dari penanganan bencana yang tidak mengalami perubahan signifikan dari tahun ke tahun. Padahal, data rekomendasi kerentanan bencana dari Badan Geologi selalu diperbarui setiap tahun dan diberikan kepada pemerintah daerah terkait.

Selain itu, dengan sering berulangnya bencana alam menjadi bukti nyata bahwa penguasa lalai dan tidak peduli terhadap keselamatan rakyatnya. Solusi teknis yang selama ini diterapkan juga terbukti tidak mampu mengatasi masalah. Pengalaman ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi daerah lain agar lebih serius dalam melakukan mitigasi bencana.

Hidup berkah dengan menerapkan Islam secara kaffah

Hujan sebagai rahmat dari Allah SWT seharusnya membawa keberkahan bagi suatu kawasan. Namun, kerusakan lingkungan akibat ulah manusia telah mengubah fungsi hujan menjadi bencana. Oleh karena itu, solusi dari permasalahan ini adalah dengan kembali kepada aturan Allah sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam pengambilan kebijakan politik oleh penguasa. Kebijakan tersebut seharusnya tercermin dari pembangunan dan pengelolaan bumi yang tidak hanya berorientasi pada reputasi, kapitalisasi, dan pertumbuhan ekonomi semata.

Penguasa seharusnya malu jika ada julukan "banjir tahunan" atau "bencana alam langganan" karena hal itu menunjukkan sikap abai terhadap mitigasi bencana. Penguasa sudah seharusnya kembali pada hakikat kekuasaan yang dimilikinya, yaitu semata-mata untuk menegakkan aturan Allah Ta'ala dan meneladani Rasulullah SAW dalam mengurus urusan umat. Pembangunan dalam Islam tidak dilarang, namun harus mengandung visi ibadah, yaitu pembangunan yang dapat menunjang visi penghambaan kepada Allah Ta'ala. Oleh karena itu, jika suatu proyek pembangunan bertentangan dengan aturan Allah atau berdampak pada terzaliminya hamba Allah, maka pembangunan tersebut tidak boleh dilanjutkan.

Begitu pula perihal tata guna lahan, penguasa sudah semestinya memiliki inventarisasi fungsi dari masing-masing jenis lahan. Lahan yang subur dan efektif untuk pertanian sebaiknya jangan dipaksa untuk dialihfungsikan menjadi permukiman maupun kawasan industri. Lahan pesisir seharusnya difungsikan menurut potensi ekologisnya, yaitu mencegah abrasi air laut terhadap daratan. Sedangkan kawasan hutan hendaklah dilestarikan sebagai area konservasi agar dapat menahan/mengikat air hujan sehingga tidak mudah menimbulkan tanah longsor, sekaligus menjaga siklus air.

Semua ini bisa terwujud karena motivasi pembangunan dilakukan sebagai bagian dari penerapan syariat Islam secara kaffah sehingga tentu saja membuahkan keberkahan bagi masyarakat. Ini sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image