
Kolaborasi Tokoh Umat, Semestinya Serukan Persatuan Muslim Global
Politik | 2025-05-12 09:44:33
Pertemuan pimpinan 12 ormas Islam dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf berlangsung di Kantor Pusat PBNU Jakarta, sebagai ajang silahturahmi pasca Idulfitri 1446, dengan agenda utama membahas langkah bersama mencari solusi penghentian genosida di Gaza dan kemerdekaan Palestina.
KH. Yahya Cholil Staquf yang akrab dipanggil Gus Yahya, didampingi sekitar 10 orang dari ketua-ketua PBNU serta Wasekjen PBNU, di antaranya Kyai Zulfa dan Gus Ulil Absar Abdallah. Tokoh dan pemimpin ormas yang hadir antara lain Dr. Adian HUsaini Ketum DDII, Ustaz Bachtiar Nashir Ketum AQL, Prof.Faishol Madi Ketum Al-Irsyad, Dr. Masyhuril Khomis Ketum Al-Washliyah, Dr. Nashirul Haq Ketum Hidayatullah, Dr.Kusyairi Ketum IKADI dan Ustaz Embay Ketum Mathlaul Anwar (pemantiknews.id, 2-5-2025).
Ustaz Zaitun Rasmin, Ketum Wahdah Islamiyah, selaku inisiator silahturahim menyampaikan bahwa situasi Genosida Gaza yang sangat parah memerlukan kebersamaan dan kolaborasi pemimpin ormas, tokoh umat dan pemimpin negara terutama presiden. Apalagi Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, dengan sejarah panjang sebagai pelopor dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa-bangsa tertindas. Kini saatnya indonesia kembali tampil sebagai motor penggerak dunia Islam, sebagaimana peran besar yang pernah ditunjukkan di era Bung Karno.
Gus Yahya kemudian megatakan bahwa Palestina adalah tanggungjawab moral kita semua sebagai umat Islam dan sebagai bangsa yang menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan. Negara-negara lain belum tentu bisa diharapkan, karena sekadar membicarakannya saja belum. Mereka "belum punya judul". Bersama-sama, kita harus menguatkan pemerintah untuk memulainya. Para pemimpin ormas yang hadir akhirnya menyepakati perlunya agenda lanjutan untuk memastikan komitmen ini dapat diwujudkan menjadi langkah nyata.
Terungkap pula dalam pertemuan itu bahwa banyak negara Islam di dunia yang menanti langkah strategis Indonesia untuk kembali menjadi pelopor solusi damai. Sebagaimana dulu Indonesia pernah menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika, pembentukan ASEAN dan menginisiasi perdamaian di Afghanistan belum lama ini. pertemuan ini juga menyepakati akan membentuk tim kecil untuk bisa membahas lebih matang hingga menjadi usulan konkrit yang akan disampaikan kepada presiden dan pimpinan lembaga legislatif.
Jika Masih Memegang Kapitalisme Bisakah Mengadakan Perubahan?
Sungguh sangat membanggakan apa yang dilakukan para pemimpin ormas Islam dalam menunjukkan kepedulian mereka sebagai sesama muslim. Sebagaimana firman Allah swt. yang artinya, " Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapatkan rahmat". (TQS al-Hujurat:10). demikian pula dari Nu'man bin Basyir dia berkata, Rasulullah saw. bersabda," Perumpamaan orang-orang mukmin dala hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)". (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka, mana mungkin kita tidak peduli akan penderitaan saudara sesama muslim dimana pun mereka berada, dan yang paling mengerikan adalah di Gaza, Palestina. Tanah suci bagi kaum muslimin dan sekaligus tanah para Nabi. Negeri Palestina adalah milik kaum muslim, sejak Khalifah Umar bin Khattab menerima kunci Baitul Maqdis dari pemimpin Gereja Kristiani Uskup Sophronius sebagai perwakilan Bizantium dan Kepala Gereja Yerusalem. Sekaligus menyepakati sebuah perjanjian yang dikenal dengan "Umaryya Covenant" atau perjanjian Umairiyyah. Dimana salah satu isinya menyatakan larangan bagi Yahudi untuk tinggal di Yerusalem.
Setelahnya tak kurang upaya kaum muslim dalam mempertahankan Palestina tetap utuh menjadi milik kaum muslim. Seperti pembebasaan Shalahuddin al-ayyubi dari kekuasaan Tentara Salib hingga kekhilafan turki Ustmani, Sultan Hamid II yang menolak mentah-mentah niatan Theodor Hazel yang ingin meminta Palestina, sebagai imbalannya bersedia membayar utang Khilafah Turki. Artinya, pembebasan Palestina bukan sekadar tindakan moral kemanusiaan tapi bagian dari keimanan kaum muslimin terkait fakta dari tanah Palestina itu sendiri.
Maka, jika akhir dari pembicaraan dalam pertemuan para tokoh ormas di atas kembali berujung perdamaian dalam artian mengecam dan mendorong penghentian perang, berarti apa bedanya dengan sebelumnya? posisi Indonesia pun kini strategisnya sudah bukan lagi seperti masa para tokoh pendahulu bangsa, termasuk ulamanya yang sebenar-benarnya berlandaskan pemikiran Islam dan anti penjajahan baik fisik maupun non fisik.
Akar permasalahannya adalah karena negera kita demikina pula dengan negara-negara Islam di dunia masih menerapkan sistem Kapitalisme dalam aturan sehari-hari. Sementara asas sistem inilah pemisahan agama darikehidupan, lantas bagaimana mungkin kita berharap akan ada solusi yang benar dari sistem yang menghalalkan segala, artinya tidak mengenal halal haram.
Posisi Indonesia hari ini hanya strategis saat dijadikan pasar bebas bagi negara-negara produsen besar yang mereka sekaligus mengemban idiologi Kapitalisme seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, bahkan hingga Cina. Oleh karena itu kita masih bisa melihat bagaimana mesranya pemimpin muslim dengan para penjajah itu meski di depan menghujat, tapi tidak saat bicara kerjasama ekonomi. Pun beberapa waktu lalu para pemuda NU berkunjung ke Israel atas nama persaudaraan dan perdamaian. Kini kita melihat tak ada makna persaudaraan bagi Israel dan sekutunya AS, tangan mereka kotor dengan darah para Syuhada Palestina.
Pun dengan adanya perang dagang tarif ekspor yang ditabuh Amerika, semua negara hampir lumpuh dan mengiba agar bisa mendapatkan keringanan. Membuktikan Amerika masih adidaya dan negara lain bergantung dan tunduk pada aturan Kapitalisme yang diemban Amerika. Jika ekonomi sudah lemah karena dikuasai asing, bisa dibayangkan pula bagaimana ketahanan negaranya.
Bangun Ukhuwah Islamiyyah
Solusi tuntas bagi Palestina adalah dengan menggalang persatuan seluruh kaum muslimin dalam ikatan ukhuwahislamiyyah. Dimana persatuan ini ikatannya hanyalah akidah, bukan nation state (negara bangsa buatan penjajah), bukan suku, bahasa, budaya bahkan warna kulit. Persatuan ini bukan ilusi namun bukti sejarah yang sebenarnya hendak dikubur dalam-dalam oleh kaum penjajah sejak runtuhnya Khilafah terakhir di Turki Ustmani 3 Maret 1942.
Maka jika hari ini kita serukan kembali penegakannya junnah (perisai) kaum muslimin itu bukan sekadar mengulang memori kejayaannya, melainkan secara keimanan hanya Khilafah yang bisa mempersatukan kaum muslim dan menghimpun kekuatan guna menghadapi kezaliman penjajah. Rasulullah saw. bersabda, " Sungguh Imam/Khalifah adalah perisai, orang-orang akan berperang di belakang dia dan berlindung kepadanya". (HR.Muslim).
Umat Islam harus menyadari kewajiban mengemban satu-satunya solusi bagi Palestina khususnya dan bagi dunia umumnya. Dan bahwa melanjutkan kehidupan Islam adalah harapan terbesar kita setelah mengalami penderitaan dalam naungan sistem zalim. Kesadaran ini bisa dibentuk ketika umat berjalan bersama jamaah idiologis yang mengikuti metode Rasullullah. Aktifitas, pemikiran dan metode dakwahnya tidak keluar seujung rambut pun dari syariat Islam, sebagaimana yang diperintahkan Allah swt. dalam firmannya," Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung." (TQS Ali Imran 104). Wallahualam bissawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.