Serba Serbi

Antara Ketersediaan Jukut Goreng dan Ozonisasi

Jukut goreng. Foto : dok

Suatu siang di sepotong Jalan Hariangbanga, Bandung. Deretan kuliner pedagang kaki lima sibuk melayani para pembelinya. Saat itu memang sudah memasuki waktu makan siang. Di salah satu gerobak pedagang ayam sambel hejo, pedagang pria melemparkan segenggam sayuran berwarna hijau ke dalam wajan yang diletakkan di atas api yang menyala. Tak lama kemudian, pria ini digantikan oleh perempuan yang lantas menambahkan lagi sayuran hijau yang sama ke dalam wajan. Sayuran itu digoreng dan mengeluarkan suara khas. Tak lama, sayuran yang teksturnya menjadi lebih keras dan berwana lebih gelap kemudian diangkat untuk ditiriskan.

Menu sayuran ini disebut sebagai “jukut goreng” dan sejak beberapa waktu lalu menjadi salah satu menu favorit nasi timbel ala Sunda. Kalau kita membeli paket nasi ayam goreng (atau cumi goreng, ikan goreng, dan sejenisnya) beserta tempe dan tahu goreng dengan sambal di Kawasan Bandung dan sekitarnya, maka jukut goreng ini menjadi salah satu menu yang “wajib hadir”. Pasalnya, saat jukut goreng ini dicocolkan ke sambal lalu dicampur dengan nasi dan lauk, selera makan kita biasanya akan lebih meningkat. Rasa makanan pun menjadi lebih nikmat.

Bagi orang Sunda, istilah jukut goreng ini sebenarnya kurang sesuai. Hal ini dikarenakan dalam bahasa Sunda, kata “jukut” berarti rumput. Kenyataannya, yang digoreng itu bukan rumput atau sejenis rerumputan tetapi selada air. Namun, karena istilah “jukut goreng” ini sudah meluas bahkan viral maka jadilah namanya selada air goreng ini menjadi jukut goreng.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kelezatan perpaduan antara jukut goreng dan menu ala Sunda ini, tak perlu diragukan lagi. Banyak orang yang ketagihan untuk menikmatinya. Namun, tak banyak penggemar jukut goreng yang tahu bahwa bahan dasar jukut goreng berupa selada air ini, mempunyai kisah yang unik.

“Untuk menumbuhkan selada air ini, diperlukan air bersih yang mengalir. Ini banyak yang orang tidak tahu,” ujar Muhamad Taufik saat menjadi salah satu pembicara dalam acara Workshop dan Lomba Jurnalisme Feature yang diselenggarakan beberapa waktu lalu di Kampus Unisba, Bandung. Pria yang akrab disapa Kang Opik ini menjelaskan bahwa kondisi tersebut menyebabkan penanaman selada air tidak bisa sembarangan.

Kang Opik adalah petani selada air dari Desa Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Sejak 2018, ia mengembangkan cara pengolahan hasil pertanian holtikultura khususnya selada air dengan proses ozonisasi. Ia juga berperan besar dalam mendirikan kelompok tani di daerahnya agar bisa bersama-sama mempromosikan pertanian kepada anak muda dan memperjuangkan perbaikan nasib para petani. Kegigihannya dalam mengajak para petani untuk memperbaiki cara bercocok tanam sekaligus melakukan pengelolaan sayuran hasil panen telah mengantarkannya menjadi Tokoh Penggerak Desa Sejahtera Astra.

Perjuangan Kang Opik tidak mudah. Apalagi saat harus mengajak anak-anak muda untuk terjun ke dunia pertanian. Namun, ia tak pantang menyerah. “Para petani selada air itu, usianya sudah 50 tahun ke atas, kalau tidak ada generasi penerusnya, bagaimana?” ujar dia. Kekhawatiran inilah yang mendorongnya untuk bergerak membentuk kelompok tani. Di Jawa Barat kini, ungkap pria berkulit sawo matang ini, hanya sekitar 5 persen petani yang tergabung dalam kelompok tani. Padahal, keberadaan kelompok tani sangat membantu dalam menstabilkan harga dan juga meningkatkan nilai jual sayuran.

Kang Opik menjelaskan bahwa sebelum membentuk kelompok tani, para petani harus berjuang sendirian. Akibatnya, harga jual sayuran menjadi rendah. Panjangnya rantai distribusi telah menyebabkan harga jual sayuran menjadi tinggi di tingkat konsumen tetapi para petani sama sekali tidak menikmatinya. Dengan membentuk kelompok tani, usaha para petani menjadi lebih kuat. Posisi tawar mereka menjadi lebih tinggi sehingga lebih bisa menstabilkan harga jual.

Bagusnya harga jual sayuran, kata Kang Opik, tak lepas dari upaya untuk mengolah hasil panen dengan proses ozonisasi. Yaitu, teknik mencuci sayuran dengan ozon yang membuat sayuran tersebut menjadi lebih tahan lama sehingga menjadi lebih panjang juga rantai distribusinya, Dampaknya, harga jual menjadi lebih stabil. “Semua hasil panen, dicuci dengan proses ozonisasi. Proses penanamannya biasa. Kita tidak menanam dengan teknik organik.. karena itu agak ribet ya. Semua ditanam biasa saja, dengan pupuk pestisida. Tapi dengan proses ozonisasi ini, pestisida itu menjadi hilang,” papar dia.

Keberhasilan dalam mengelola hasil panen ini, mengantarkan Kang Opik dan kelompok taninya mengeskpor sayuran hingga ke Singapura. Omzet penjualannya pun mencapai miliran rupiah. “Kita tidak ekspor sendiri, melalui perantara juga. Tapi karena ozonisasi ini, kita jadi bisa melakukan ekspor.. karena sayurannya lebih awet dan juga lebih higienis,” kata dia. Kualitas sayuran yang baik dan higienis memang menjadi salah satu syarat untuk keberhasilan menembus pasar ekspor.

Kini, Kang Opik tak hanya membina kelompok tani di sekitar tempat tinggalnya. Beberapa kelompok tani di Bogor, Cianjur dan Purwakarta menjadi binaannya juga. Namun demikian, bantuan media untuk menyebarluaskan informasi dan kegiatan yang dilakukan oleh Kang Opik dirasa sangat diperlukan. “Saya perlu banyak media yang membantu memberitakan ini agar kemanfaatan dari proses ozonisasi ini lebih luas. Ini sangat membantu para petani,” kata dia yang selama ini telah bekerja sama dengan IPB dalam hal teknologi ozonisasi.

Karena itu, Kang Opik sangat terbuka untuk menerima pihak-pihak yang ingin bekerja sama sekaligus untuk menyebarkan informasi teknologi ozonisasi ini ke tempat-tempat yang lebih luas. Dengan demikian, kemanfaatannya pun semakin luas. Tak hanya penduduk Bandung dan sekitarnya yang bisa menikmati renyahnya jukut goreng saat makan tetapi juga banyak orang di berbagai wilayah. Secara khusus, Kang Opik berharap media bisa menginformasikan aktivitas kelompok taninya sehingga bisa diketahui lebih banyak orang lagi.(*)

(Arbaiyah Satriani, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung)

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image