Pakar Unpad Duga Ada Masalah dalam Sistem Peringatan Dini Gunung Semeru
Kampus—Pakar gunung api Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Dr Nana Sulaksana, mempertanyakan sistem peringatan dini (early warning system) dalam memantau aktivitas Gunung Semeru. Nana menduga ada masalah dengan sistem peringatan dini Gunung Semeru.
“Ini menurut saya adalah masalah. Sebab kehadiran instansi vulkanologi itu justru untuk memberikan peringatan sedini mungkin sebelum letusan terjadi, berdasarkan hasil pengamatan pemantauan melalui pos pengamatan yang ada,” kata Nana seperti dilansir kanal resmi Unpad, Selasa (06/12/22).
Gunung Semeru yang terletak di Kabupaten Malang dan Lumajang, Jawa Timur, kembali erupsi pada Ahad (04/12/22). Nana menjelaskan, erupsi Gunung Semeru kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada 2021, banjir lahar akibat erupsi Semeru dipicu persentuhan aktivitas vulkanik dengan cuaca ekstrem di wilayah tersebut.
“Erupsi kali ini betul-betul proses erupsi akibat naiknya magma,” jelasnya.
Kendati demikian, menurutnya, erupsi gunung berapi bukan merupakan peristiwa yang luar biasa. Gunung Semeru masih berstatus siaga (level III) sejak 16 Desember 2021. Kenaikan status Semeru menjadi awas (level IV terjadi pada Ahad (04/12/22) pukul 12.00 WIB. Padahal, kata Prof. Nana, erupsi Semeru sudah terjadi mulai pukul 03.00 WIB pada Ahad (04/12/22).
Baca juga : Status Gunung Semeru Dinaikkan Menjadi Level IV (Awas), Ini Empat Level Status Gunung Api
Karena itu, Nana mempertanyakan optimalisasi sistem peringatan dini sebelum erupsi Semeru terjadi. Sistem peringatan dini menurutnya sebaiknya dikeluarkan sedini mungkin sebelum erupsi terjadi sampai ke masyarakat, sehingga proses evakuasi lebih cepat dilakukan. Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Unpad itu mempertanyakan apakah setiap daerah sudah diberikan otonomi dalam mengurus pemantauan kegunungapian. Otonomi ini diperlukan agar penyampaian informasi peringatan dini ke masyarakat menjadi lebih cepat.
“Sebagai contoh kita lihat penaikan status itu gunung api ‘kan itu oleh instansi pusat. ‘Kan artinya itu ada rentang birokrasi laporan dari pos pengamatan yang notabene ada di daerah sekitar Semeru, lapor ke kepala vulkanologi terus ke atas lagi ke Badan Geologi. Itu terlalu jauh,” kritiknya.
Baca juga : Gunung Semeru Erupsi, Dosen UM Surabaya Menyarankan Langkah Ini untuk Penyelamatan
Sistem peringatan dini yang optimal papar Nana, juga perlu didukung oleh sarana dan sumber daya manusia. Ia menyebut seperti ketersediaan pos dan peralatan pengamatan, hingga dukung ahli vulkanologi yang secara spesifik mengetahui seluk beluk karakter dari satu gunung berapi dan mau bekerja di wilayah pengamatan.
“Dulu mungkin sekolah geologi belum banyak, sekarang sudah puluhan program studi teknik geologi menyebar di Indonesia,” tegasnya.
Selain sistem peringatan dini yang harus optimal, Nana juga mendorong adanya peta detail mengenai aliran lahar. Adanya material erupsi menumpuk di tubuh gunung berapi yang berupa endapan awan panas, ditambah dengan cuaca ekstrem sangat rentan terjadi luapan lahar panas maupun dingin.
“Pemetaan potensi lahar panas dan dingin harus selalu di-update,” tegasnya.
Baca juga :
Gempa Garut Mencapai Magnitudo 6,4, Apa Itu Magnitudo ?
Peneliti UGM Deteksi Adanya Gejala Awal Gempa Cianjur
Mengapa Gempa Terjadi, Apa Jenis-jenis Gempa ?
Ini yang Harus Dilakukan Sebelum, Saat, dan Sesudah Gempa Bumi Menurut BMKG
Gempa Cianjur Adalah Gempa Tektonik, Apa Itu Gempa Bumi Tektonik ?.
Hindari Dampak Angin Kencang, Ini Layanan Infomasi Cuaca 24 Jam dari BMKG
Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id.Silakan sampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com