Komisi Informasi DKI Jakarta dan PPID DKI Gelar Seminar Keterbukaan Informasi

Kampus—Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Provinsi DKI Jakarta menggelar seminar bertajuk "Mengawal Transparansi, Menjaga Demokrasi”. Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid dari Auditorium Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Jakarta Selatan, Jumat (25/04/2025).
Seminar ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Komisi Informasi untuk memperkuat literasi publik mengenai keterbukaan informasi sebagai salah satu pilar utama demokrasi. Acara dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua KI DKI Jakarta, Luqman Hakim Arifin, dan Rektor UAI, Prof Asep Saefuddin.
Dalam sambutannya, Luqman menekankan pentingnya kolaborasi antara lembaga dan masyarakat dalam mewujudkan keterbukaan informasi. Ia juga mengapresiasi sinergi antarpihak yang memungkinkan terselenggaranya seminar ini dengan baik.
“Ini bisa menjadi refleksi bagi mahasiswa. Tiga puluh tahun lalu, pada era Orde Baru, akses informasi sangat terbatas. Informasi yang dikelola badan publik bersifat tertutup, kecuali yang dinyatakan terbuka. Seolah-olah informasi itu mahal dan sulit diatur,” ujarnya.
Luqman menjelaskan, sejak diberlakukannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pada 2008, paradigma tersebut berubah. “Kini, semua informasi pada dasarnya terbuka, dan hanya sebagian kecil yang dikecualikan. Ini adalah buah reformasi yang patut kita syukuri,” katanya.
Meski demikian, menurutnya, tantangan baru muncul seiring perkembangan teknologi dan media digital. Publik justru menghadapi information overload atau banjir informasi, yang mempersulit akses terhadap informasi yang akurat.
“Kita kini lebih sulit memilah informasi yang benar karena hoaks dan disinformasi bertebaran. Oleh karena itu, budaya literasi informasi harus terus dibangun,” tambahnya.
Luqman juga menyoroti tiga aktor utama dalam pelaksanaan UU KIP, yakni Komisi Informasi, badan publik, dan masyarakat. Masyarakat, katanya, kini memiliki kemudahan untuk mengakses informasi dan harus memanfaatkannya secara optimal.
“Saat E-Monev 2024, dari 519 badan publik di DKI Jakarta, masih ada 57 persen yang tergolong kurang atau tidak informatif. Di sisi lain, masih banyak masyarakat yang belum memahami cara mengakses informasi publik. Untuk itu, saya mengapresiasi peran PPID Utama dalam memberikan edukasi kepada publik,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa informasi yang berkualitas merupakan “makanan” bagi demokrasi. “Demokrasi yang sehat hanya dapat tumbuh dengan transparansi informasi. Mari kita manfaatkan keterbukaan ini untuk mengakses informasi yang bermanfaat,” pungkasnya.
Seminar ini menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan, antara lain Ketua KI DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat, Dekan FISIP UAI Dr Heri Herdiawanto, dan Ketua Pusat Studi Pemilu dan Partai Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Endang Sulastri.
Dalam paparannya, Harry Ara Hutabarat menegaskan bahwa Komisi Informasi memiliki peran strategis dalam mengawal keterbukaan informasi dan menyelesaikan sengketa informasi publik. Ia menyebut, hak atas informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia dan dapat diakses oleh seluruh warga negara Indonesia.
“Melalui kegiatan ini, kami menyasar kalangan kampus karena mahasiswa merupakan agent of change yang memiliki peran penting dalam menyebarkan semangat keterbukaan informasi,” ujarnya.
Harry juga menjelaskan mekanisme permohonan informasi publik, termasuk batas waktu penyelesaiannya, serta pentingnya masyarakat memahami proses tersebut.
Ia menyebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah berkomitmen menyediakan ruang seluas-luasnya bagi publik untuk mengakses informasi. Ia juga mengapresiasi konsistensi Pemprov DKI Jakarta yang selama tujuh tahun berturut-turut dinilai sebagai badan publik yang informatif.
“Setiap era kepemimpinan Jakarta senantiasa mendorong keterbukaan informasi. Namun, dengan kepemimpinan baru saat ini, penting untuk terus mendorong masuknya keterbukaan informasi ke dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) melalui dukungan eksekutif dan legislatif,” ujarnya.(*)
