Opini

Ironi Rekam Medis Pasien dalam Layanan Telemedicine di Indonesia

Layanan telemedicine bergantung pada teknologi yang dapat berakibat pada terancamnya keamanan data rekam medis pasien berupa kebocoran data dan ancaman siber lainnya. Ilustrasi. Foto : dokterQ
Layanan telemedicine bergantung pada teknologi yang dapat berakibat pada terancamnya keamanan data rekam medis pasien berupa kebocoran data dan ancaman siber lainnya. Ilustrasi. Foto : dokterQ

Sudah dua tahun lebih pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) belum kunjung surut dan melanda tidak hanya di Indonesia, melainkan juga seluruh dunia. Pandemi COVID-19 telah merenggut banyak korban jiwa, bahkan hingga 5.200.267 jiwa pada skala dunia dan 143.819 jiwa pada skala nasional di Indonesia (Sholikah, 2021: 14).

Situasi pandemi menyebabkan perubahan tatanan/sistematika sosial secara masif pada masyarakat Indonesia (Dwi, 2021: 2). Perubahan ini terjadi pada berbagai bidang kehidupan masyarakat mulai dari bidang kesehatan, ekonomi, teknologi, sosial, budaya, politik, dan lain sebagainya (Fitriani, 2020: 17-18).

Salah satu perubahan signifikan terjadi pada bidang kesehatan, yaitu pelayanan kesehatan yang beralih dari metode konvensional ke metode digital (Aidha Puteri, 2021: 90). Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat sehingga memudahkan masyarakat dalam berinteraksi secara jarak jauh. Perubahan ini dibuktikan dengan inovasi pada bidang kesehatan yaitu pelayanan kesehatan secara jarak jauh yang disebut sebagai telemedicine (Prawiroharjo, 2019: 27).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Istilah telemedicine pertama kali disebutkan pada literatur medis pada tahun 1950 (Ford & Valenta, 2021: 3). Telemedicine merupakan pemanfaatan teknologi komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi serta layanan kesehatan jarak jauh (Fatmawati, 2021: 1). Perangkat yang digunakan dalam telemedicine dapat berupa smartphone (panggilan suara maupun video), situs internet, ataupun alat komunikasi canggih lainnya.

Penelitian McKinsey menunjukkan bahwa terdapat peningkatan tajam penggunaan aplikasi layanan kesehatan pada April 2020. Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat pergeseran dari konsultasi tatap muka fisik ke konsultasi daring semenjak pandemi. Kehadiran aplikasi telemedicine tentu mempermudah dokter maupun pasien untuk berkonsultasi secara virtual tanpa harus melakukan interaksi tatap muka.

Di samping kemudahan tersebut, salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam layanan telemedicine adalah rekam medis pasien. Pasalnya, rekam medis adalah aspek yang krusial dan rahasia dalam pelayanan kesehatan. Namun, hingga saat ini belum terdapat regulasi yang menjelaskan secara terperinci mengenai rekam medis elektronik, khususnya dalam layanan telemedicine.

Pengaturan mengenai rekam medis sejatinya tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 269/MENKES/PER/III/2008, di mana secara definitif merupakan berkas yang memuat catatan dan dokumen identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan maupun tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien. Dalam regulasi ini, diatur juga mengenai jenis dan isi, tata cara penyelenggaraan, penyimpanan, pemusnahan, dan kerahasiaan rekam medis.

Pada dasarnya, rekam medis berfungsi untuk mencatat data kesehatan pasien sehingga harus dapat dibuka, didistribusikan, dan diinterkoneksikan antarpihak berwenang secara andal dan aman (Handayani, 2021: 40). Rekam medis itu dapat berbentuk tertulis maupun elektronik atau yang dikenal dengan rekam medis elektronik atau electronic health record. Rekam medis elektronik dirancang untuk memudahkan dalam melacak informasi pasien, termasuk data riwayat penyakit dan tindakan medis yang pernah diterimanya, serta menggunakannya untuk mengambil tindakan yang tepat (Hidayat, 2019: 55).

Mengenai kewajiban untuk mencatatkan rekam medis pasien oleh dokter juga diatur dalam UU Praktik Kedokteran. Dalam UU tersebut diperjelas lebih lanjut bahwa isi rekam medis adalah kepemilikan pasien yang harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya. Sama halnya dengan rekam medis elektronik, informasi dalam sistem rekam medis elektronik tetap menjadi milik pasien (Januraga & Setia, 2021:16). Selain itu, dalam konstitusi Indonesia setiap individu pun berhak memperoleh rasa aman dan perlindungan diri pribadi mereka, termasuk rasa aman atas terjaminnya kerahasiaan rekam medisnya.

Berita Terkait

Image

50 Kampus Terbaik di Indonesia Versi Edurank 2025, Mana Pilihanmu ?

Image

10 Universitas Terbaik Dunia di Instagram, UGM dan UI Masuk Daftar

Image

10 Prodi Paling Banyak Peminat UI di SNBT, Juaranya D4 dan D3

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image