Serba Serbi

Mengapa Tikus Sering Dijadikan Hewan Percobaan ? Ini Jawaban Pakar ITB

Tikus sering dijadikan  sebagai hewan percobaan karena genom tikus dan manusia seringkali mirip.  Ilustrasi. Foto : wired.co.uk
Tikus sering dijadikan sebagai hewan percobaan karena genom tikus dan manusia seringkali mirip. Ilustrasi. Foto : wired.co.uk

Kampus—Sobat Kampus tentu kerap mendengar bahwa tikus sering dijadikan sebagai hewan percobaan ? Kenapa pilihannya tikus, bukan hewan lainnya ?

Dosen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB (FMIPA ITB) dari Kelompok Keahlian Biokimia, Dr Fifi Fitriyah Masduki, punya jawabannya Menurut Fifi, itu karena tikus memiliki banyak fungsi anatomi yang mirip dengan yang dimiliki manusia.

“Selain mirip secara anatomi, genom tikus dan manusia juga seringkali mirip,” kata Fifi saat kuliah umum program studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung pada Sabtu (19/03/22), seperti dikutip laman itb.ac.id.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada acara pengenalan biokimia medis dan aplikasinya itu, Fifi menjelaskan tentang model dalam penelitian biokimia yang seringkali melibatkan tikus. Dia menjelaskan bahwa sepanjang sejarah, tikus sudah sangat sering terlibat sebagai animal model untuk penelitian di berbagai universitas di dunia.

“Bahkan, banyak dari peneliti yang mendapat Nobel Prize melibatkan tikus pada penelitiannya sebagai animal model,” terang Fifi.

Fifi juga menjelaskan bahwa kini telah banyak perusahaan yang menyediakan budidaya tikus transgenik. Berbagai informasi terkait tikus transgenik yang dapat dipakai untuk mempelajari riset-riset terkait penyakit yang menyebar di manusia juga telah beredar luas di internet. Salah satu bentuk penelitian terkait penyakit manusia yang memanfaatkan animal model berupa tikus adalah penelitian terkait penyakit malaria.

Berbagai hipotesis terkait identifikasi parasit yang terlibat dalam penyakit malaria dapat dikonfirmasi melalui penelitian menggunakan mouse model. Hasil dari penelitian ini, paparnya, tercipta target obat baru untuk malaria yaitu SUB1 dan DPAP3 yang esensial untuk kehidupan falciparum. Untuk menguji SUB1 dan DPAP3, digunakan mouse model NMRI untuk diteliti.

Baca juga :

Dosen ITB Terpilih Jadi Anggota Komite Saintifik Program Tsunami PBB

ITB Sediakan 1.716 kursi di SBMPTN 2022, 4 Jurusan Belum Ada Peminat

Cek Keketatan Jurusan di ITB di SBMPTN Lima Tahun Terakhir

Kuliah Pascasarjana Gratis di ITB ? Bisa, Ini Beasiswanya

Ikuti informasi penting dari kampus.republika.co.id. Silakan memberi masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

10 PTN Terbaik di Indonesia Versi THE WUR 2025, Mana Incaranmu ?