Guru Menulis

Cerpen : Istighfarku

Ilutrasi cerpen  Istighfarku  karya Nurgayah Hasibuan. Foto :blogspot.com
Ilutrasi cerpen Istighfarku karya Nurgayah Hasibuan. Foto :blogspot.com

Nurgayah Hasibuan

Di keramaian dalam sebuah rumah, kulihat orang ada yang menangis, ada yang menjerit. Terkadang mereka terdiam dengan bertupang dagu, sesaat kemudian menangis lagi.

Kulihat dari pojok rumah, orang melintasiku begitu saja. Tak seorangpun yang peduli padaku.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Aku heran, “Apa yang terjadi?”

Ku coba memanggil seseorang yang sedang menangis, tapi seolah olah mulutku terkunci.

Orang semakin ramai berdatangan. Langsung menuju ke seseorang yang sedang terbaring senyap.

“Siapa di sana?” pikirku lagi.

Aku makin terheran. Aku tetap berdiri di pojok rumah itu. Ingin aku melangkah, namun kakiku seakan terpaku di sana.

Tiga orang anak menangis sambil memegang seseorang yang terbaring senyap. Anak-anak yang berusia masih di bawah 10 tahunan itu terus menangis tak henti, sembari memegang dan menggoyang-goyang tubuh yang terbaring senyap itu.

"Bunda....bunda....bangun bunda," kata salah seorang di antara mereka.

Spontan aku tersentak. Aku ingin melihat siapa yang terbaring senyap itu. Namun lagi lagi aku tak dapat bergerak.

"Ada apa denganku...?" hatiku penuh rasa heran.

Tak seorang pun yang mengajakku bicara. Mereka semua seolah-olah tak melihatku. Kusentuh seseorang yang duduk di sampingku, tapi dia tetap diam.

Aku menjerit sebisaku, “Ada apa denganku? Apa yang terjadi di sini ?”

Namun yang berada di sampingku tetap diam. Sedikitpun ia tidak menoleh ke arahku yang menjerit begitu kuat.

Tak lama kemudia, seorang paruh baya membuka wajah yang terbaring senyap itu. Aku tersentak.

Kupegang wajahku, lalu ku raba.

“Mengapa yang terbaring mirip dengan wajahku?”

" Ya Allah.....ternyata aaa...ku...aa..ku...aku...yang terbaring di sana," jeritku lagi.

Segenap tenagaku, aku ingin melangkah meraih tubuh terbaring itu. Namun lagi lagi aku tak mampu. Ku sentuh seseorang yang berada di sampingku berulang kali, namun tiada respons.

"Apa yang terjadi denganku....?" Lagi-lagi pertanyaan tanpa jawaban ini keluar dari mulutku.

Ku coba mengingat yang terjadi.

Sekejap aku tersentak. Aku baru ingat terakhir aku di rumah sakit. Aku diinfus, dipasang oksigen ke hidungku.

"Ohhh.....ternyata aku telah tiada, ternyata aku yang terbujur kaku di sana.

Yang menangis memanggil bunda-bunda adalah anak-anak ku.

Ingin aku memeluk mereka, mencium mereka, tapi tetap saja aku tak mampu.

"Bunda di sini nak.....,” teriakku. Berulang kali kuucapkan. Namun semua sia sia.

Akhirnya aku diam, mataku terus memandang tubuh terbaring kaku itu. Wanita separuh baya adalah ib ku, nenek dari anak-anakku.

"Emak.......Emak ..," teriakku.

Berulang kali itu ku lakukan.

Seketika seseorang menggoyang tubuhku.

" Rit...Rit...Rita...,” panggilnya.

Aku terbangun.

"Astaghfirullah......,” spontan aku terbangun dan duduk. Kuusap wajahku berulang kali.

"Ya Allah.....ternyata aku bermimpi,” gumamku.

"Kamu mimpi apa Rit..?" tanya Soni suamiku.

Dipeluknya aku.

"Kamu tadi menjerit-jerit, kamu mimpi apa..?" tanya suamiku lagi.

Sejenak aku diam, sambil mengusap wajahku. Terbayang kembali semua mimpi-mimpiku tadi.

"Aku mimpi, aku meninggal, mas,” jawabku.

"Anak anak mana, mas..?" tanyaku.

"Anak-anak tidur di kamarnya,” jawab suamiku.

Tak henti henti aku istighfar. Untung semua ternyata hanya mimpi.

Mimpi yang sangat membuatku merinding seketika. “Ya Allah....apa arti mimpiku ini?” pikir ku dalam hati.

Ternyata aku hanya bermimpi.

Nurgayah Hasibuan, SPd, Kepala UPTD SDN. 017107 Kisaran Naga, Asahan, Sumatera Utara (Sumut)

Baca juga :

Cerpen : Takdir Ayu

Senyum Manis Sang Penulis

Sepucuk Kisah dari Ramallah

Ikuti informasi penting setiap saat dari kampus.republika.co.id. Anda juga dapat berpartisipasi mengisi konten, kirimkan tulisan, foto, info grafis, dan video melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com