Zivanka Jadi Wisudawan Termuda ITB di Usia 19 Tahun, Begini Cara Mencapainya
Kampus—Zivanka Nafisa Wongkaren dinobatkan menjadi wisudawan termuda pada Wisuda ITB, di Gedung Sabuga, Jalan Tamansari, Bandung, Jawa Barat, yang dilaksanakan Oktober lalu. Zivanka atau akrab disapa Zizi yang merupakan mahasiswa Program Studi Internasional Teknik Mesin lulus di usia 19 tahun 1 bulan.
Bagaimana Zizi bisa lulus sarjana di usia sangat muda ? Rupanya dia telah menjalani program akselarasi di setiap jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Zizi berhasil menamatkan pendidikan SD hanya selama lima tahun. Untuk bangku SMP dan SMA, dia tamatkan dalam waktu hanya dua tahun.
Selain karena memiliki kecerdasan akademik yang tinggi dan berhasil masuk akselarasi, Zizi juga mempunyai minat terhadap kerajinan origami dan menyusun mainan lego. Hal inilah yang menjadi sebuah dorongan baginya untuk makin berkreasi dan berinovasi.
Baca Juga: Kemendikbudristek akan Gelar Galanggang Arang Sawahlunto, Ini Rangkaian Acaranya
Seiring dengan berjalannya waktu, Zizi mengaku ingin semakin menyelami dunia robotika dan mekatronika.
“Berbekal ilmu tersebut, aku membayangkan akan bisa membuat barang apapun yang ada di benakku. Tentunya pada usia 14 tahun, prospek pekerjaan bukanlah pertimbangan utama bagi aku. Namun, akhirnya aku menjatuhkan pilihan untuk menekuni Teknik Mesin karena bidang ini memberikan wawasan bermanfaat tentang sistem mekanika. Aku bisa mengkonstruksi robot-robot sendiri yang cukup unik sesuai imajinasi,” kata Zizi seperti dilansir laman resmi ITB.
Menurut Zizi, ada banyak sekali jalur yang bisa dipilih ketika kuliah. Meskipun mengambil Teknik Mesin, dia terdorong untuk memiliki kecakapan interdisipliner seperti mekatronika, kontrol, programming, dan AI.
Zizi mengerjakan tugas akhirnya merupakan kolaborasi antara Laboratorium Dinamika FTMD ITB dengan Pusat Riset Mekatronika Cerdas LIPI BRIN. Ia melakukan riset terkait implementasi Deep Reinforcement Learning (DRL) dalam parkir lurus mundur yang diajukan untuk kendaraan otonom.
“Selama riset ini berlangsung, aku belajar banyak hal tentang dunia AI dan reinforcement learning dalam berbagai teknis. Tugas utama aku melakukan kajian dari riset-riset terdahulu mengenai DRL dan mencoba memodifikasi dan mengimplementasikannya. Metode tersebut diterapkan ke dalam lingkungan virtual yang dipakai untuk simulasi parkir dengan ketentuan khusus,” ceritanya.
Baca Juga: 10 Sekolah Terbaik di Denpasar Berdasarkan Nilai UTBK, Ada Tujuh Sekolah Negeri dan Tiga Swasta
Zizi mengaku juga kerap merasa tidak percaya diri sekaligus kagum dengan kepandaian teman-teman sekelasnya atau yang disebut impostor syndrome. Awalnya ia juga sempat terkejut dengan dinamika perkuliahan di ITB menurutnya dirasa cukup berat.
Namun, semenjak semester lima ia mulai terbiasa dengan beban kuliah dan dapat mengatur aktivitasnya. Dia juga akhirnya belajar untuk fokus membandingkan diri sendiri dengan dirinya di masa lalu alih-alih dengan orang lain.
Baca Juga: 10 Universitas Swasta Terbaik di Jakarta Versi EduRank 2023, Cek Kampus Incaranmu
Catatan gemilang di bidang akademik tak menyurutkan Zizi untuk mencari pengalaman di luar kelas. Ia pernah mengikuti Unit Robotika ITB, Society of Renewable Energy ITB, Unit Hoki ITB, dan Himpunan Mahasiswa Mesin ITB.
Untuk selanjutnya, Zizi ingin meneruskan pendidikan ke jenjang S2 sembari melamar pekerjaan. Tak lupa, dia juga menunjukkan keseriusannya menjadi peneliti.
“Aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan belajar dan riset. Sepertinya aku sudah ketagihan dan tidak bisa hidup tanpa dua hal itu,” katanya.(*)
Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id. Silakan menyampaikan masukan melalui e-mail : [email protected].