ITB Dorong Mahasiswa ke Luar Negeri Melalui Program International Track Bidang Fisika
Kampus—Institut Teknologi Bandung (ITB) mendorong mahasiwa keluar negeri melalui Program International Trackidang Fisika. Untuk memperkenalkan program itu ITB menggelar open house di kamput ITB Jakarta, Ahad (02/06/2024).
Open house itu bertajuk International Undergraduate Program (IUP ITB 2024). Kegiatan ini adalah kelanjutan rangkaian program di kampus ITB Jakarta yang beberapa hari sebelumnya dibuka oleh Rektor ITB Prof Reini Wirahadikusumah. Sesi penjelasan Program studi (Prodi) S1 Fisika ini disampaikan oleh Dr Acep Purqon dan Dr Dhewa Edikresnha yang merupakan salah satu dosen di Fisika ITB.
“Mahasiswa didorong untuk mempunyai pengalaman tinggal 1-2 semester di negara mitra untuk studi terkait bidang-bidang terbaru di fisika,” tutur Acep.
Universitas mitra tersebut di antaranya Universiti Sains Malaysia (USM, Malaysia), Kanazawa University (Japan), KAIST (Korea Selatan), Istanbul University (Turki), Amsterdam University (Belanda), Western Michigan University (WMU, Amerika Serikat), National Taiwan university of science and technology (NTUST, Taiwan), Beijing University chemical Technology (BUCT, China), Curtin University (Australia), King Abdul Aziz University (KAUST, Saudi arabia), NTU dan NUS (Singapura) dll.
Program ini, bagi Prodi S1 Fisika baru pertama kali dilakukan. Rencananya tahun ini akan dibuka untuk 20 mahasiswa.
Asep mengatakan, mahasiswa sekarang harus disiapkan untuk berkontribusi pada tantangan-tantangan permasalahan-permasalahan yang 10-15 tahun lagi yang akan berbeda dengan saat ini. Salah satunya adalah isu SDGs dimana untuk mengembangkan produk, tidak banyak membuat produk, tapi harus bisa menjawab apakah produk yang dibuat itu sustainable (keberlanjutan), circular economy (ekonomi sirkular), renewable energi, dan lainnya.
Ilmu yang akan digunakan, paparnya, memerlukan pendekatan baru sehingga munculnya inovasi-inovasi baru. Tantangan lain berupa perubahan iklim, lingkungan , perbankan , dan sebagainya memerlukan pendekatan dan algoritma baru untuk menyelesaikannya.
“Permasalahan semakin kompleks, sehingga tidak lagi bisa diselesaikan dengan satu disiplin ilmu. Kolaborasi lintas disiplin dan multidisiplin menjadi keniscayaan. Terlebih di dunia global dimana dunia tanpa batas dan sekat lagi,” tegas Asep. (*)