Kontrak Mati KPPS dalam Pemilu
Oleh Anwar Holil
Setiap pelaksanaan Pemilu serentak, kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) harus bersiap menandatangani kontrak mati dalam menjalani tugasnya. Bagaimana tidak, tujuh anggota KPPS harus ekstra bekerja sampai 24 jam sehari nonstop untuk menyelenggarakan pemungutan suara dan penghitungan hasilnya.
Tragedi Pemilu 2019 yang menelan korban meninggal ratusan petugas KPPS, berpotensi berulang kembali. Coba googling berita meninggalnya anggota KPPS di Pemilu 2024. Korban sudah berjatuhan di Tangerang, Tasikmalaya, Bogor, Klaten, Banyuwangi, dan kota-kota lainnya.
Ancaman kematian bagi anggota KPPS akibat risiko pekerjaan nonstop menjadi realitas yang mengkhawatirkan. Seperti di TPS perumahan Babatan Pilang Surabaya. Dari enam TPS hanya satu yang mampu menyelesaikan penghitungan surat suara pada pukul 2 tengah malam. TPS lainnya ada yang sampai jam 6 pagi baru selesai.
Selesai penghitungan surat suara, tugas KPPS masih belum selesai. Mereka masih harus antre di panitia pemilihan kecamatan (PPK) melakukan verifikasi untuk memastikan penghitungan sudah sesuai. Bila ditemukan kesalahan maka penghitungan harus dilakukan ulang di depan PPK.
Walaupun KPPS sudah bekerja 24 jam tanpa tidur, masih banyak TPS yang belum menuntaskan pekerjaannya karena menemukan berbagai masalah. Jadi bisa dibayangkan kurang tidur dan kelelahan ekstrim yang dialami KPPS.
Tidak fokus dan potensi kematian
Kurang tidur menurut penelitian Czeisler (2011) mempunyai dampak yang signifikan terhadap kesehatan, dengan dampak buruk terhadap perilaku, kinerja kognitif, dan fungsi motorik. Hal ini mengakibatkan penurunan efisiensi kinerja, obesitas, penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes, bahkan memperpendek umur.
Kerja nonstop tanpa tidur membuat KPPS mengalami penurunan kemampuan kognitif. KPPS akan sulit bekerja optimal, khususnya pada hal-hal yang melibatkan ketelitian dan penalaran logis dalam menghitung surat suara.
Efeknya berbagai masalah dan kesalahan dalam penghitungan rentan berkali-kali terjadi. Hal itu semakin membuat KPPS depresi dan mengganggu penyelesaian pekerjaannya dengan baik.
Risiko kecelakaan juga meningkat karena mengantuk saat mengantarkan surat suara ke PPK. Faktor penyakit bawaan juga meningkatkan resiko kematian.
Pada Pemilu 2024, KPU melakukan seleksi lebih ketat anggota KPPS, seperti pembatasan usia dan tes kesehatan. Saringan ini untuk memastikan anggota KPPS terpilih memiliki kondisi fisik dan kesehatan yang memadai. Hanya bila pola kerjanya masih nonstop, potensi masalah dan ancaman kematian untuk anggota KPPS masih akan terus terjadi.
Lalu bagaimana upaya untuk mengoptimalkan kerja KPPS dengan tetap memperhatikan kesehatan mereka?
Revisi aturan KPU
Merujuk keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara dalam Pemilu, KPPS harus melakukan penghitungan suara bersamaan dengan hari pemungutan suara.
KPU membatasi waktu penghitungan suara harus selesai 14 Februari 2024. Bila belum selesai, penghitungan suara dapat diperpanjang hingga 12 jam. Dengan kata lain KPPS harus menyelesaikan semua proses penghitungan suara sampai jam 12 siang hari ini.
Aturan tersebut yang mendorong KPPS harus bekerja nonstop tanpa waktu tidur. KPU perlu merevisi keputusan ini. Penting untuk mengatur sistem jam kerja KPPS yang sehat dan berkualitas.
Perlu ada regulasi yang mengatur batas waktu proses penghitungan suara. Misalnya, bila sampai Pukul 22.00 proses penghitungan belum selesai dilakukan maka KPPS bisa melanjutkannya pada pagi harinya hingga batas waktu yang relevan. Misalnya, memberi 12 jam tambahan mulai Pukul 07.00 – 19.00 pada hari berikutnya.
Aturan jam kerja ini membuat KPPS memiliki kesempatan untuk istirahat yang memadai. Mereka dapat tetap fokus dalam memeriksa surat suara dan menghitung hasilnya dengan teliti.
Pada saat surat suara ditinggal istirahat memang dapat menimbulkan kerawanan penyalahgunaan. Untuk memastikan keamanannya, anggota KPPS bersama petugas keamanan dan saksi dapat dilibatkan untuk berganti shift dalam menjaganya.
Shift-shift ini perlu diatur dengan baik sehingga saat KPPS bergantian istirahat surat suara tidak ada waktu yang kosong tanpa pengawasan.
Selesaikan masalah pasca penghitungan
Penghitungan suara menjadi waktu yang paling banyak dihabiskan KPPS. Kesalahan umum yang terjadi pada tahapan ini biasanya karena ada perbedaan antara antara jumlah surat suara dan hasil penghitungan.
Masalah ini yang membuat KPPS harus melakukan penghitungan dan pengecekan yang berulang.
Pengecekan berulang-ulang juga bisa disebabkan faktor kelelahan dan menurunnya daya konsentrasi. Saat konsentrasi KPPS masih terjaga dengan baik, idealnya semua proses penghitungan surat suara untuk pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) diselesaikan terlebih dahulu. Masalah yang ditemukan selama proses penghitungan, dapat dicatat namun tidak memperlambat proses penghitungan secara keseluruhan.
Setelah semua surat suara selesai dihitung, KPPS dapat fokus untuk menyelesaikan masalah yang telah dicatat dengan lebih teliti dan efisien. Pola ini memastikan bahwa penghitungan semua surat suara sudah diamankan sebelum penyelesaian masalah dimulai.
Kesehatan KPPS secara langsung berkaitan dengan kualitas dan integritas proses pemungutan suara. KPPS yang sehat dan bugar cenderung lebih fokus, akurat, dan efisien dalam menjalankan tugasnya, yang dapat meningkatkan kualitas hasil pemilu.
Petugas KPPS sehat adalah kunci untuk pemilu yang berkualitas. Dengan memberikan perhatian yang tepat terhadap pola kerja KPPS yang sehat maka dapat dipastikan Pemilu dapat berjalan dengan lancar, adil, dan transparan, tanpa mengancam nyawa KPPS.
Penulis adalah Praktisi Pendidikan sedang Menempuh Program S3 di Surabaya
(*)
Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id. Silakan menyampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : [email protected].
kampus.republika.co.id
Instagram: @kampusrepublika
Twitter: @kampusrepublika
Facebook: Kampus Republika