Judi, Bohong, dan Kemiskinan
Dr Encep Saepudin, SE, MSi
Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Sebagian besar penjudi adalah orang-orang -maaf- bebal. Seringkali nasehat dalam bentuk apa pun kagak bikin sadar dan jera. Kedua kupingnya bak lubang paralon sehingga nasehat masuk kuping kanan, keluar kuping kiri.
Coba saja, dinasehati malah marah. Otak dan pikirannya sudah terjerat perangkap judi.
Sekarang ini, penjudi baru malah bermunculan. Tanpa kasta. Kaya miskin. Tanpa batasan usia. Orang tua sampai anak sekolah dasar.
Volume taruhannya terus bertambah. Membuat dahi bikin berkerut saat membaca omset judi online: Rp 600 triliun!
Padahal menang dan kaya dalam berjudi merupakan kemustahilan. Kagak ada orang kaya karena judi.
Loh, itu kaya (karena judi)! Bukan! Itu bandar judi!
Kalo yang itu? Bukan, juga. Dia beking bandar!
Beking itu seperti kentut. Bisa dirasakan baunya, tapi kagak bisa dibuktikan siapa yang menyemburkannya.
Bandar selalu kaya. Bandar recehan saja sejibun duitnya.
Diberitakan bangunan yang digerebek itu seukuran ruko, tapi omsetnya tembus ratusan miliar rupiah. Ingat, sebanyak 12 deret angka!
Apalagi bandar sekelas kasino, pemiliknya menguasai asetnya hingga ratusan triliun rupiah. Ingat, angkanya sebanyak 19 deret!
Menurut data H2 Gambling Capital yang dipublikasikan Visual Capitalist, pendapatan kotor judi online secara global diperkirakan mencapai 102 miliar dolar AS atau setara Rp 1.563,35 triliun pada 2021 (kurs Rp 15.327/ dolar AS).
Kalau penjudi, mana bisa kaya. Apalagi kalau pendapatan penjudi hanya ratusan ribu atau gaji pas UMR (Upah Minimun Regional).
Boncos! Udahlah, tinggalin judi. Sebelum nyawa itu hilang oleh tangan sendiri.
Beneran, ini. Bukan menakut-nakuti.
Alurnya begini. Saat kecanduan judi dan kalah terus, tubuh memproduksi adrenalin dan endorfin yang mendorongnya berjudi terus. Ini yang membuat penjudi penasaran mau main judi terus.
Uang ludes sehingga bikin depresi. Salah satu efeknya mendorong pikiran untuk bunuh diri.
Mau? Nauzubillah! Bunuh diri adalah dosa besar yang tidak diampuni, bestie! Segera tobat. Stop berjudi!
Itulah mengapa Allah SWT memerintahkan stop berjudi dalam firman-Nya: "Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS Al Maidah: 91)
Hukum juga melarang permainan judi. Penjudi bisa dijerat Pasal 303 KUHP dengan ancama hukuman pidana 10 tahun penjara, atau denda Rp 25 juta dan Pasal 27 Ayat (2) UU ITE 2024 tentang Judi Online
Disuruh berhenti berjudi karena kagak mungkin menang. Sebaliknya boncos adalah keniscayaan.
Dari hasil penelitian, probabilitas menang judi itu 1 berbanding 2 juta. Artinya, untuk menang satu kali perlu ikut undian sebanyak 2 juta kali
Temuan penelitian lainnya adalah diasumsikan modal judi Rp.100. Setiap 10 kali kalah harus bertaruh 1.000 kali lipat dari modal. Sebaliknya bila menang sebenarnya hanya balik pada titik impas Rp 100.
Judi makin beragam modelnya. Ada togel, sabung ayam, tebak skor, dan judi online.
Semua masih beroperasi. Tapi mainnya sembunyi.
Terperangkap judi sekarang ini gampang banget. Polanya mirip antar penjudi.
Bermula dari iseng. Kalah. Lalu, penasaran coba lagi. Menang sekali. Eh, malah ketagihan berkali-kali dan selalu kalah.
Sudah kalah, melarat pula. Bukan hanya dirasakan dirinya, tapi semua anggota keluarga merasakan efek kalah judi.
Beneran kata bang Haji Rhoma dalam lirik judi.
Judi (judi)
Menjanjikan kemenangan
Judi (judi)
Menjanjikan kekayaan
Bohong (bohong)
Kalaupun kau menang
Itu awal dari kekalahan
Bohong (bohong)
Kalaupun kau kaya
Itu awal dari kemiskinan
Pembobolan PDN menggeser isu judi online. Namun judi kagak boleh dibiarkan. Di saat otak masih mempersepsikan judi sekadar hiburan, pertanda tunggu waktu tergelincir dalam kehancuran pondasi keluarga hingga titik nadir. (*)