Opini

Geliat Koperasi

Kehadiran koperasi banyak membantu anggota untuk keperluan apa pun. Foto : republika

Dr Encep Saepudin, SE, MSi
Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Keberadaannya identik dengan rakyat jelata. Terutama dalam akses pemenuhan dana untuk keperluan konsumtif maupun produktif dengan nominal -maaf- 'recehan'.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Mayoritas omset koperasi kisaran miliaran rupiah. Hanya segelintir yang omsetnya tembus triliunan rupiah.
Begitulah geliat koperasi dalam kegiatan ekonomi. Badan usaha yang berbadan hukum dan sudah diakui dalam sistem OSS, yaitu sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, kantor Kementerian Investasi/BKPM.

Apalagi dalam praktiknya, konsep layanannya menerapkan OSS alias ora suwe-suwe. Kagak ribet dengan segala macam syarat yang seringkali mustahil dipenuhi wong cilik.

Yang seringkali datang hanya mengenakan baju kusam. Bersandal jepit. Tubuhnya menebarkan aroma keringat.
Ruangan layanan mayoritas koperasi pun tidak kalah bersahajanya. Masih ada, lho, kantornya tanpa penyejuk ruang. Komputerisasi hanya pada pekerjaan tertentu saja.

Meskipun sarat kesederhanaan, kontribusinya bagi peningkatan kesejahteraan pengguna jasanya terbilang sukses. Kehadirannya banyak membantu anggota untuk keperluan apa pun, termasuk kebutuhan kepepet.

Koperasi memang dilahirkan untuk memanusiakan manusia. Jenisnya koperasi produsen, koperasi konsumen, koperasi simpan pinjam, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa.

Mengusung konsep homo humanus, yaitu kesetiakawanan sosial untuk gotong royong, saling membantu, saling menolong, dan saling mendukung

Hal ini berseberangan dengan model bisnis kapitalis yang menciptakan homo economicus. Manusia serakah! Serakah dalam konsumtif. Serakah dalam penguasaan modal.

Koperasi, yang diperkenalkan Robert Owen, salah satu bentuk perlawanan konsep homo economicus, yang diperkenalkan John Stuart Mill.

Dalam Islam, sebagian ulama menggolongkan koperasi dalam syirkah ta'awuniyah (persekutuan tolong menolong). Sebab didalamnya mengandung konsep saling tolong menolong (ta'awun) dan saling menguatkan (takaful).
Koperasi di Indonesia memang belum sepenuhnya mewujudkan ta'awun dan Takaful. Masih banyak permalasahan yang harus dibenahi. Sedangkan yang sudah baik, terus dipertahankan dan ditingkatkan

Islam tidak melarang perniagaan. Islam juga tidak melarang hak kepemilikan individu.

Yang dilarang adalah saling berbuat curang, sebagaimana firman Allah dalam QS An-nisa: 29, yang bunyinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu".

Wong cilik yang termarjinalkan dalam ekonomi kapitalistik dapat memakai koperasi sebagai kendaraan meraih kesejahteraan. Sebab koperasi mengandung konsep keadilan, solidaritas, dan kemanfaatan bersama.
Dalam skala dunia, Internasional Cooperative Alliance (ICA) melaporkan jumlah koperasi sekitar 3 juta unit di seluruh dunia. Jumlah anggotanya sekitar 1 miliar orang atau 12% dari populasi penduduk bumi.

World Cooperative Monitor (2023) mencatat sebanyak 300 koperasi terbesar di dunia. Perputaran omset koperasi tersebut sekitar 2.409,41 miliar dolar AS atau sekitar Rp.39.755,26 triliun. Wow, emejing!

Koperasi juga menyediakan pekerjaan dan lapangan kerja bagi 280 juta orang. Ini setara 10% dari populasi pekerja di dunia.

Jumlah anggota koperasi di Indonesia sekitar 20 juta orang. BPS mencatat jumlah koperasi sebanyak 130 ribu unit. Perputaran omsetnya sekitar Rp 197,88 triliun per Desember 2022.

Ngomong-ngomong, dua kota yang tidak lepas dari perjalanan sejarah koperasi di Indonesia adalah Purwokerto dan Tasikmalaya. R Aria Wiria Atmaja, Patih Purwokerto, menginisiasi pendirian bank dengan konsep koperasi kredit untuk membantu pegawai yang terjerat rentenir.

Oalah, kota ngapak ternyata pelopor koperasi, tokh. Selamat Hari Koperasi ke-77. Ora ngapak, ora kepenak. (*)