Dewan Doktor Hukum Indonesia Gelar Konferensi Internasional

Kampus—Dewan Doktor Hukum Indonesia (Indonesian PhD Council ) menyelenggarakan 1st International Conference on Ethics of Legal Endeavour di Lingsar Valley for the Truth and Justice, Lingsar, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), 21 sampai 23 December 2022. Beberapa pembicara, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, tampil dalam konferensi yang diselenggarakan dari pukul 09.00 pagi sampai pukul 00.00 WIT itu.
The 1st International Conference on Ethic of Legal Endeavour menampilkan 25 narasumber dan speakers serta diikuti oleh 215 peserta program Doktor Ilmu Hukum se-Indonesia, Doktor dan Professor Hukum se-Indonesia. Di antara para pembicara adalah hakim agung RI, praktisi hukum, para Guru Besar dari Universitas Mataram, Universitas Indonesia, Universitas Sumatera Utara, Universitas Hasanuddin, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, Solo, University of Amsterdam, the Netherlands, University of Tokyo, Japan, dan para pembicara dari universitas-universitas lainnya.
Acara dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Mataram, Dr Hirsanuddin, dengan kata sambutan oleh Direktur Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Mataram, Prof Gatot Dwi Hendro Wibowo. Pada hari pertama tampil Hakim Agung Dr Pri Pambudi Teguh, Prof Nobukazu Nishio (Hakim Tokyo District Court dan pakar HKI dari University of Tokyo), Prof Marsudi Triatmodjo (Universitas Gadjah Mada), Prof Topo Santoso (Universitas Indonesia), Prof Adi Sulistoyono (Universitas Sebelas Maret), Dr TM Luthfi Yazid (Vice Chairman of Indonesian PhD Council), Andy Omara, (Universitas Gadjah Mada), Prof Saidin (Universitas Sumatera Utara), Prof Irwansyah, SH (Universitas Hasanuddin), George Muishuit, PhD (University of Amsterdam), Dr Febby Mutiara Nelson (Universitas Indonesia), dan lain sebagainya.
Konferensi yang dilaksanakan secara marathon, non-stop, menghadirkan para pembicara maupun peserta tanpa dikenakan biaya apapun (swa-dana/self-funded) . Acar ini dipandu oleh the Founder dan Chairman of Indonesian Ph D Council, Hayyan ul Haq, PhD dan Vice Chairman of IPC, Dr TM Luthfi Yazid.
Hayyan ul Haq menyampaikan pentingnya penguatan spirit of the pursue to the truth and justice, melalui pembelajaran tiada henti (the lifelong learner), yang akan selalu menghidupkan pengembanan keilmuan. Selain itu, Hayyan ul Haq memvisualisasikan pentingnya jaringan kerja ilmiah dalam mengkaji, memperkuat, mengupdate dan memperdalam kajian hukum, baik di level filosofis, teoritik, dogmatik dan praktis, terutama atas isu-isu hukum kontemporer.
Sebagai pembicara pertama adalah Prof Nobukazu Nishio, yang mengangkat tema tentang penyelesaian sengketa Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Jepang. Nobukazu menjelaskan mekanisme penyelesaian sengketa HKI, proses banding yang menurut Nabukazo di pengadilan Jepang mengutamakan penyelesaian secara Wakai (perdamaian di pengadilan) dan secara Chotei (penyelesain secara negosiasi).
“ Pendekatan negosiasi ini semakin penting mengingat penyelesaian secara litigasi akan memakan waktu yang lama, sementara di Jepang, misalnya permohonan paten ke Japan Patent Office (JPO) mencapai tiga ratus ribuan per tahun,” jelar Nobukazu Nishio.
Hakim Agung Pri Pambudi Teguh menyampaikan gagasannya terkait pencarian kebenaran materiil dalam putusan lembaga peradilan terkait kepemilikan dan sengketa pertahanan. Pripambudi memberikan disclaimer dan tidak bermaksud membahas kasus, namun berdasarkan pengalamannya, dia mengatakan bahwa mafia tanah yang kerapkali terjadi telah menyengsarakan rakyat.
“Acapkali para mafia tanah mengincar tanah kosong dan kemudian – entah bagaimana caranya—menjadi pemegang Akta Jual Beli (AJB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM), dan setelah lebih dari lima tahun mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Padahal yang mendaku memiliki tanah tersebut belum pernah menguasai tanah dan belum pernah tahu dimana lokasi tanahnya dan mungkin tak pernah hadir dalam transaksi sebenarnya di hadapan pejabat yang punya wewenang,” papar Pri Pambudi.
Dalam keadaan semacam itu, menurut Pri Pambudi, seorang hakim harus mengutamakan pencarian kebenaran materiil, bukan semata-mata formil.
Pembicara lainnya, Marsudi Triatmodjo mengangkat permasalahan model pembelajaran dalam memperkuat sistem pendidikan hukum yang berkarakter Pancasila. Marsudi menjelaskan pendidikan hukum (rechtschool) sejak jaman pra kemerdekaan sampai sekarang.
“Pancasila penting menjadi bagian integral dalam pendidikan kita serta harus menjadi way of life yang harus diutamakan,” ujar Marsudi.
Baca juga :
Raih Predikat Summa Cumlaude, Komjen Pol Arief Sulistyanto Lulus Doktor Hukum UPH
Satu Keluarga Lulus Doktor dari FH Unair, Raih Tiga Rekor MURI
Menhub Budi Karya Terima Doktor Honoris Causa UGM
Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id.Silakan sampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com
