News

Nurul Hikmah Peraih IPK Tertinggi Program Pascasarjana UGM dengan IPK 4.00, Begini Kiat Belajarnya

Nurul Hikmah lulusan terbaik Program Pascasarjana UGM. Foto : ugm

Kampus—Nurul Hikmah (25) meraih predikat IPK tertinggi 4.00 Program Pascasarjana UGM yang diwisuda Rabu (24/07/2024). Dia mempunyai trik tertentu untuk mencapai itu.

Nurul merupakan salah satu dari 991 lulusan Pascasarjana UGM. Lulusan master dari Program Studi Magister Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi UGM mendapat dengan gelar Master of Clinical Pharmacy.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Nurul membagikan tips dan trik yang ia terapkan selama menempuh kuliah. Menurutnya, metode belajar yang tepat dan mengenali dosen dengan berbagai tipe pembelajaran adalah dua hal penting dalam proses belajar. Strategi ini akan membantu proses belajar agar lebih fokus pada kompetensi yang ingin dicapai.

“Jangan terfokus pada pencapaian orang lain. Fokuslah pada yang kamu kerjakan saat ini,” pesannya seperti dilansir laman UGM.

Selain itu, Nurul juga rajin membaca referensi, mengatur waktu dengan baik, dan membuat kelompok belajar dengan sesama mahasiswa yang sudah bekerja.
Selama berkuliah, Nurul juga aktif bergabung dalam penelitian disertasi dan asisten praktikum. Meski pekerjaannya sebagai asisten praktikum terkadang membuat dirinya kewalahan, namun tidak menghambat motivasinya untuk menyelesaikan kuliah tepat waktu.

“Tantangan tersebut justru membuat saya belajar memanajemen waktu dengan efektif,” ucapnya.

Seluruh dedikasinya dalam menekuni bidang farmasi klinik dengan berbagai pengalamannya telah membuahkan hasil yang membanggakan. Untuk penelitian tesis, Nurul mengambil riset tentang “Cost Effectiveness Analysis Antibiotik Empiris Levofloksasin dibandingkan Kombinasi Seftriakson/Azitromisin pada Pasien Community Acquired Pneumonia Rawat Inap di RSA UGM. Riset ini berangkat dari latar belakang dari penelitiannya adalah tingginya tingkat kematian pada penderita pneumonia.

“Sebagaimana diketahui, pneumonia bahkan menjadi penyebab kematian terbesar pada anak di bawah lima tahun,” paparnya.

Penelitian yang dilakukan lebih ke arah membandingkan penggunaan antibiotik seftriakson/azitromisin dan levofloxacin. Kedua jenis obat ini digunakan dalam proses penyembuhan pasien pneumonia. Kombinasi seftriakson/azitromisin menyebabkan durasi penggunaan antibiotik yang lebih lama, efek samping yang mengancam jiwa yaitu prolonged QT interval, dan biaya tambahan sebesar Rp. 1.114.926,54 untuk mendapatkan satu persen kesembuhan dibandingkan levofloksasin tunggal.

“Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan luaran klinis yang signifikan antara keduanya,” ujar Nurul.

Menurutnya, tambahan biaya dan efek penyembuhan yang tidak menunjukkan perbedaan signifikan menjadi peluang untuk meningkatkan efisiensi pengobatan bagi pasien pneumonia. Harapannya, hal ini dapat mengurangi pembiayaan yang harus ditanggung rumah sakit dan pasien, sehingga probabilitas kesembuhan dapat ditingkatkan.

Ditanya soal rencana masa depan karirnya setelah lulus S2, perempuan kelahiran Banjarmasin, 23 November 1998 ini mengungkapkan keinginannya menjadi dosen di bidang farmasi klinik. Kecintaannya pada bidang tersebut membuatnya sering mengikuti aktivitas lain di luar kelas kuliah untuk memperdalam ilmu farmasi. (*)

Berita Terkait

Image

Daya Tampung SNBT 2025 UGM Capai 2.783 Kursi. Cek Prodi Sepi Peminat

Image

UGM Terima 2.783 Mahasiswa Baru Jalur SNBP 2025, Cek 15 Prodi Sepi Peminat dan Daya Tampungnya

Image

Kampus dengan Jurusan Ilmu Sosial Terbaik Versi THE WUR by Subject 2024, UGM Teratas