Harapan untuk Ketua Mahkamah Agung yang Baru
Dr TM Luthfi Yazid, SH, LLM
Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI)
Mahkamah Agung (MA) akan menggelar pemilihan ketua menggantikan Prof Dr Muhammad Syarifuddin, SH, MH yang segera purna tugas tanggal 17 Oktober 2024. Pemilihan Ketua Mahkamah Agung (KMA) akan dilaksanakan dalam satu Sidang Paripurna Khusus MA.
Ketua MA dan Wakil Ketua MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung (Pasal 1 Keputusan KMA Nomer 007/KMA/SK/I/2009 tentang Peraturan Tata Tertib Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia) yang dilakukan oleh satu Panitia Pemilihan. Jumlah Hakim Agung saat ini sekitar 46 – 50 orang sudah termasuk para pimpinan MA.
Beredar beberapa nama yang namanya disebut-sebut pantas mencalonkan-diri menjadi nahkoda MA dalam lima tahun ke depan. Mereka adalah Wakil Ketua MA bidang Yustisial Dr Sunarto, SH, MH, Wakil Ketua MA Non-Yustisial Suharto, SH, MHum, Hakim Agung Dr Yulius, SH, MH, Hakim Agung Prof Dr Haswandi, SH, SE, MHum, MM, dan Ketua Kamar Pidana Dr Prim Haryadi, SH, MH.
Meskipun peristiwa pemilihan KMA dilaksanakan secara rutin tiap lima tahun, akan tetapi harus dicatat bahwa pemilihan KMA adalah sebuah momentum penting bagi bangsa dan negeri ini. Pemilihan KMA dan Wakil Ketua Mahkamah Agung ( MA ) harus benar-benar murni dari intervensi pihak (kekuasaan) mana pun.
Setelah Presiden RI Prabowo Subianto terpilih dan dilantik, anggaota DPR RI terpilih dan pimpinan MA terpilih, maka hal tersebut harus dipastikan bahwa eksekutif, legislatif dan yudikatif dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Prinsip check and balances harus dipastikan berjalan. Ini penting untuk mewujudkan negara hukum serta terciptanya kepastian hukum yang adil (Pasal 28D ayat 1 UUD 1945). Dalam Pasal 24 (1) UUD 1945 disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang bebas dan merdeka. Artinya, seorang hakim dalam memutus suatu perkara tidak boleh terpengaruh atau diintervensi oleh siapapun, kecuali oleh akal dan nuraninya sendiri, agar hakim dapat menjalankan kekuasaannya secara bebas dan merdeka dalam menegakkan hukum dan keadilan. Hal inilah yang menjadikan kedudukan seorang hakim sangat strategis dalam mewujudkan negara hukum. Karena tataran ini pula negara memiliki kewajiban menjamin kesejahteraan dan keamanan mereka sebagaimana diatur dalam Pasal 48 (1) UU No 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman.
KMA yang baru harus didukung oleh seluruh institusi penegak hukum agar MA benar-benar menjadi tumpuan para pencari keadilan (justice seeker). Para hakim harus memiliki integritas, bersih dan anti gratifikasi, anti korupsi. Bagaimana pun hakim memiliki kekuasaan yang menentukan, sehingga tanpa didukung oleh masyarakat dan terutama negara dari segi kesejahteraan dan keamanan, maka bukan tidak mungkin banyak hakim yang akan tergoda untuk tidak bersikap mandiri serta independen dalam mewujudkan free and impartial tribunals.
Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index) di Indonesia sejak tahun 2023 masih menunjukkan stagnasi alias macet. Hal ini terjadi disebabkan oleh banyak faktor seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran etik institusi hukum, kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta proses legislasi yang tidak melibatkan partisipasi publik.
Oleh sebab itu, kita sangat berharap agar rumah bersama para pencari keadilan yaitu MA, dapat dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung dengan (harapan) kriteria seperti berikut:
Pertama, memiliki integritas yang baik, yang dibuktikan dengan rekam jejak yang tidak bermasalah secara hukum;
Kedua, memiliki kapabilitas dan leadership sebagai Ketua Mahkamah Agung;
Ketiga, memiliki kemampuan berpikir hukum yang baik karena KMA bertanggungjawab untuk melakukan koreksi atas semua putusan ditingkat judex factie.
Keempat, dapat menjadi teladan (role model), menjadi contoh dan panutan bagi para hakim lainnya di seluruh Indonesia, baik secara profesi maupun moral.
Kelima, mengayomi seluruh insan peradilan di seluruh Indonesia dan dapat menjamin bahwa setiap lembaga peradilan di seluruh Indonesia adalah tempat menambatkan harapan keadilan;
Keenam, profesional dan independen dalam menjalankan tugasnya serta dapat membangun keadaan yang menjadikan mereka yang papa, lemah atau less in power tidak ciut hatinya ketika mencari keadilan di lembaga peradilan.
Ketujuh, seorang Ketua MA harus punya wisdom (kearifan yang tinggi) karenanya ia harus sudah selesai dengan dirinya. Yang ia tinggalkan kelak akan menjadi legacy. Sebab pada prinsipnya seorang hakim itu tidak punya kepentingan apapun kecuali membuat putusan yang berkualitas, yang berpihak pada kebenaran dan keadilan (the truth and justice).
DePA-RI sebagai organisasi profesi advokat serta sebagai salah satu stakeholders dari peradilan akan mendukung siapapun yang terpilih. Semoga pemilihan pimpinan Mahkamah Agung RI yang baru berlangsung secara demokratis, damai serta sesuai dengan nurani para Hakim Agung yang memilih. Dan semata-mata demi terwujudnya keadilan bagi semua, Justitia Omnibus.(*)