Opini : Sapi
Dr Encep Saepudin, SE, MSi
Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Sapi bukan sekadar hewan ternak. Hewan ini selalu menjadi pemeran utama dalam berbagai kisah peradaban manusia sejak zaman Sebelum Masehi (SM) sampai sekarang. Bahkan namanya tercatat di berbagai kitab suci dan aliran kepercayaan.
Namun perannya ini kagak membuat sapi sombong. Dia selalu rendah hati.
"Emooohhhh!" Begitulah penolakannya saat diminta menceritakan kiprahnya. Emoh (bahasa Jawa) alias kagak mau.
Begitu juga saat ditanyakan tentang susunya yang kagak bisa diolah lebih lanjut gegara pajak, sapi pun kagak mau komentar. "Emoooohhhh!" lenguhnya.
Sapi menghasilkan daging, susu, dan kotoran sapi. Daging dan susunya menyimpan protein yang dibutuhkan tubuh manusia. Penguraian kotoran sapi melalui proses fermentasi anaerob akan menghasilkan bahan bakar terbarukan.
Konsumsi daging dan susu sapi bagi warga Indonesia rendah. Jadi, wajar saja tubuh manusianya masuk peringkat terpendek versi World Population Review (WRP), yaitu peringkat ke-182 dari 199 negara. Rerata tingginya hanya 158 cm.
BPS melaporkan tingkat konsumsi susu nasional 16,27 kg per kapita per tahun 2020. Angka ini berada dibawah rata-rata negara di Asia Tenggara di atas 20 kg per kapita per tahun.
Begitu pula konsumsi daging sapi nasional, OECD dan FAO, mencatat sebesar 2,25 kg per kapita per tahun. Padahal standard minimal konsumsi dunia 6,4 kg per kapita per tahun.
Dua alasan kenapa konsumsinya rendah, yaitu harga daging sapi dan pasokan. Alasan yang ironi sekali karena FAO menempatkan negeri khatulistiwa ini peringkat ke-23 sebagai sentra populasi sapi potong dunia.
Populasi sapi dunia sebanyak 1,55 miliar ekor. Sebanyak 1,15% berada di banyak kandang di Indonesia. Jenis yang dipelihara di antaranya adalah Brahman, Limousine, Ongole, Peranakan Ongole, Bali, dan Madura.
Rakyat negeri ini kurang makmur dan sejahtera sehingga kurang asupan daging dan susu sapi. Penyebab utamanya masih berlumpur kemiskinan di tanah subur dan kaya sumber daya alam ini karena perilaku koruptif. Transparency International merilis Indonesia berada di urutan ke-115 dari 180 negara paling koruptif dengan IPK 34.
Lagi-lagi sapi menolak berkomentar atas laporan tersebut: "Emooohhhh!"
Sapi itu hewan mulia. Namanya diabadikan berbagai agama, seperti Hindu, Yahudi, dan Islam.
Dalam Hindu, sapi merupakan simbol kehidupan sehingga suci dan terlarang dikonsumsi.
Dalam Yahudi dikenal istilah red heifer alias sapi betina merah, yang akan disembelih menyambut rencana pendirian Kuil Sulaiman ketiga. Kini, sebanyak lima ekor sapi merah ini sudah dipelihara di Shiloh, Israel.
Dalam Islam, sapi menjadi salah satu jenis hewan yang boleh dikurbankan saat perayaan Idul Adha. Bahkan sapi pun menjadi nama surah dalam Al-Qur'an, yaitu: Al Baqarah. Kata sapi tercatat sebanyak 18 kali dalam Al-Qur'an.
Karena itu, sapi bukan sekadar hewan ternak. Ia juga menjadi hewan yang mengirimkan isyarat akan sebuah kejadian besar.
Rencana kenaikan PPN 12% adalah kejadian besar. Coba tanyakan pada sapi.
Sapi, apakah kamu setuju PPN naik? Lagi-lagi hanya dibalas melenguh bariton panjang: "Emooooohhhh!" (*)
Baca juga : Opini : Pahlawan