Guru Menulis

Saatnya Mengembangkan Sekolah Berbasis Pemetaan Sumber Daya

Foto : Dok Republika
Foto : Dok Republika

Oleh: Ratan

Guru SMP Negeri 8 Purwokerto, Kabupaten Banyumas

Sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan perlu mengembangkan diri untuk menjadi tempat murid dan warga sekolah berkreasi dan berkontribusi dalam mengisi kemerdekaan. Untuk mencapai hal ini, diperlukan ekosistem sekolah yang mendukung.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ekosistem pendidikan di sekolah harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menjadi pendorong warga sekolah. Mulai dari murid sampai pada guru berkontribusi mengembangkan potensi yang dimiliki sekolah.

Potensi yang dimiliki oleh sekolah sekecil apapun merupakan aset yang harus dipandang sebagai suatu kekuatan. Kekuatan-kekuatan mulai dari yang kecil jika dikelola dengan cerdas akan menjadi sebuah kekuatan yang sangat besar. Kekuatan yang dimiliki sekolah akan bisa diketahui jika dilakukan pemetaan sumber daya.

Pemetaan sumber daya yang dimiliki sekolah, baik sumber daya lingkungan maupun sumber daya manusianya, merupakan sebuah keniscayaan bagi sekolah yang ingin mengembangkan institusinya. Hasil pemetaan merupakan dasar pijakan untuk mengembangkan sekolah.

Penerapan hasil pemetaan sumber daya digunakan sebagai dasar penyusunan visi sekolah, kemudian dijabarkan dalam misi sekolah. Selanjutnya dituangkan dalam program sekolah. Hasil penyusunan visi, misi dan program sekolah merupakan dasar pijakan untuk mengembangkan sekolah ke arah yang lebih jelas.

Pengembangan sekolah sudah saatnya menjadikan lingkungan sekolah sebagai sebuah ekosistem. Sekolah sebagai sebuah ekosistem diartikan sebagai sebuah lingkungan tempat berinteraksinya faktor biotik (faktor makhluk hidup) dengan faktor abiotiknya (faktor tak hidup). Kedua faktor tersebut harus saling mendukung dan melengkapi program-program yang telah direncanakan sehingga tercapai tujuan bersama.

Faktor biotik maupun abiotik yang ada di sekolah dijadikan suatu aset sekolah yang harus digunakan sebagai sebuah kekuatan untuk mencapai visi, misi, dan program sekolah. Pendekatan berbasis aset merupakan suatu pendekatan yang paling tepat untuk mengembangkan sekolah.

Menurut Green & Haine (2010) dalam Modul Pembelajaran 3.2 Calon Guru Penggerak, terdapat perbedaan yang jelas antara sekolah yang menggunakan pendekatan berbasis kekurangan dengan sekolah yang menggunakan pendekatan berbasis aset. Perbedaan antara sekolah yang menggunakan pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset, adalah sebagai berikut: Sekolah berbasis pada kekurangan/masalah/hambatan, mempunyai ciri-ciri: (1) Fokus pada masalah dan isu, (2) Berkutat pada masalah utama, (3) Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang, (4) Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain, (5) Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan masalah, dan (6) Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek.

Sedangkan sekolah yang berbasis pada aset, memiliki ciri-ciri: (1) Fokus pada kekuatan, (2) Membayangkan masa depan, (3) Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih, dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut, (4) Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan), (5) Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan, dan (6) Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan.

Pengembangan komunitas berbasis aset akan memandang komunitas sebagai pencipta dari sebuah tujuan. Bukan sebagai penerima bantuan untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

Menurut Green dan Haines (2002), ada tujuh aset utama atau modal utama dalam pengembangan komunitas berbasis aset, yaitu: (1) Modal manusia, (2) Modal sosial, (3) Modal fisik, (4) Modal lingkungan/alam, (5) Modal finansial, (6) Modal politik, dan (7) Modal agama dan budaya. Sekolah yang memanfaatkan hasil pemetaan sumber daya, akan memiliki program yang memanfaatkan sumber daya di lingkungan sekolah menjadi aset dan kekuatan sebagai dasar untuk pengembangannya.

Contoh riilnya antara lain, jika suatu sekolah berada di pedesaan yang dikelilingi sawah, kebun dan alam pedesaan yang asri serta sumber air yang mencukupi, maka sekolah tersebut lebih tepat mengembangkan dirinya menjadi sekolah hijau, dan dilengkapi dengan kolam ikan di kanan kiri sekolahnya. Sebaliknya jika sekolah berada di pesisir pantai, lebih cocok mengembangkan program sekolah yang bercirikan alam pesisir pantai.

Sekolah lebih menitikberatkan dengan kearifan lokal yang dimilikinya, berdasarkan hasil pemetaan sumber daya. Semua warga sekolah akan lebih mudah berkontribusi dalam pengembangan program sekolahnya, karena sudah merasa familiar dengan kearifan lokal sekolah tersebut.

Jika mayoritas sekolah di Indonesia sudah mengembangkan programnya berdasarkan pemetaan sumber daya sebagai aset sekolah, niscaya kontribusinya sangat besar terhadap perkembangan negara kita. Hal ini dikarenakan sekolah-sekolah akan menggunakan hasil pemetaan sumber daya sebagai aset untuk mengembangkan potensi daerahnya masing-masing.

Baca juga :

Gerakan Literasi, Solusi Tingkatkan Minat Baca Siswa di SMPN 2 Tebo

Mengenal Lebih Dekat Kurikulum Merdeka

Menanamkan Literasi Sejak Dini Melalui Pocapoli

Ikuti informasi penting setiap saat dari kampus.republika.co.id. Anda juga dapat berpartisipasi mengisi konten, kirimkan tulisan, foto, info grafis, dan video melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com