Guru Menulis

Cerpen : Janu Khan

Ilustrasi Cerpen Janu Khan. Foto : republika

Cerpen : Janu Khan

Oleh Titien Suprihatien

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Janu berjalan tergesa-gesa menuju ruang kelas. Kelas akan dimulai lima menit lagi dan dia masih harus naik ke lantai dua. Janu sudah membayangkan tatapan maut dan omelan tajam dosen kewirausahaan yang tampan itu. Rakha, seorang dosen killer, yang dibenci Janu. Beliau masih muda dan labil. Wajah tampan sang dosen dapat dengan mudah berubah bengis jika ada mahasiswa yang terlambat tak peduli apa pun alasannya.

Janu merasa heran mengapa masih ada saja dosen aneh yang berseleweran di kampus. Ia teringat pertemuan minggu lalu, ketika dirinya dimaki Rakha karena masuk kelas setelah dosen itu duduk di kelas, padalah kelas belum dimulai, masih kurang tiga menit lagi.


Jantung Janu berdetak kencang. Darahnya mengalir deras mengisi pembuluh nadi menuju setiap sel, Janu panik melihat pintu ruangan tertutup pertanda kelas sudah dimulai. Janu memberanikan diri mengetuk pintu dan membukanya. Tidak mungkin ia tidak ikut kelas Rakha.

“Assalamualaikum.” Mengucapkan salam, Janu memberanikan diri membuka pintu dan masuk ke kelas. Seluruh mata tertuju padanya. Rakha melirik tajam Janu, jangan lupakan pandangan penuh belas kasihan dari teman-temannya. Janu menunduk, tangannya yang membawa tugas produk kreatif menjadi gemetaran, ia lemas. Namun, Janu berusaha menahan agar tugas kewirausahaannya tidak terjatuh.

Dengan bengis Rakha berdiri mendekati Janu, gadis berdarah Hindustan itu gemetaran, iya tidak mampu mengangkat wajahnya. Kesedihan Janu akibat kematian kedua orang tuanya di Mumbay hampir membuat Janu Depresi. Janu bukanlah gadis yang suka berbagi kesedihan dengan orang lain, hingga tak satu pun temannya yang mengetahui kemalangan Janu atas kecelakaan yang menimpa orang tuanya.

“Ini tugas Saya, Pak, Saya izin keluar.” Mengeluarkan kotak tugasnya, Janu minta izin meninggalkan kelas itu. Di kotak itu tersusun dua belas botol kecil yang bening sehingga isinya dapat terlihat dari luar. Ia tidak akan mampu bertahan di kelas mendengarkan makian dosen itu.

Kematian kedua orang tuanya mengubah hidup Janu. Dua bulan ini tiada lagi yang mengirimkan biaya hidup dan kuliahnya. Janu benar-benar terpukul dan hancur. Satu-satunya usaha yang bisa dilakukannya adalah dengan berjualan henna secara online. Janu harus begadang membuat henna sendiri.

Terkadang sepanjang malam, Janu harus menyuling gula merah dan teh untuk dijadikan henna. Inilah yang membuat ia sering terlambat kuliah. Apalagi hari ini Janu harus membayar uang kos yang sudah menunggak dua bulan jika tidak membayar maka kamar kos Janu akan diisi orang lain. Sementara sudah hampir seminggu tidak apa yang membeli henna. Jangankan untuk membayar kos untuk makan hari ini saja Janu tidak punya uang.

“Duduk kamu! saya tidak mengizinkan kamu keluar dari kelas saya!” bentak Rakha. Janu tidak peduli lagi, ia sedih. Tidak hanya kali ini Janu dibentak oleh Rakha.

“Janu!” Panggil Rakha, ia marah karena mahasiswanya itu tetap keluar kelas.

“Kumpulkan semua tugas kalian! Tugas tambahannya presentasikan karya kreatif itu dalam bentuk video dengan durasi minimal delapan menit, kemudian kumpulkan link YouTube video pada bagian akhir laporan tertulis pada blog masing-masing, kumpulkan link blog pada ketua kelas dan ketua kelas kirim ke Saya, Saya tunggu siang ini hingga pukul 14.00 WIB. Video dibuat di kelas ini. Tolong perhatian audio. Pastikan suaranya jelas,” kata Rakha, kemudian Ia bergegas keluar kelas.
~~~

Rakha menyapu pandang mencari sosok Janu. Dia berlari menuruni tangga dan usahanya tidak sia-sia. Rakha melihat Janu di kejauhan sedang berlari meninggalkan kampus. Rakha bergegas menuju mobilnya dan segera mengikuti Janu.

Janu kaget begitu sebuah mobil berhenti mendadak di depannya. Dan melihat Rakha keluar dari mobil.

“Ikut saya!” seru Rakha menyuruh Janu naik ke dalam mobilnya.

“Saya tidak mau!” jawab Janu.

“Naik ke mobil dengan baik-baik atau saya gendong kamu!” ancam Rakha membuat Janu terpaksa naik ke mobil itu. Janu tidak ingin membuat keributan. Di atas mobil Rakha mulai melunak ia menyampaikan isi hatinya pada Janu.

“Umur saya sudah 35 tahun. Ibu menjodohkan saya dengan keponakannya. Saya tidak bisa menerima perjodohan itu. Alhamdulillah Ibu memberikan kesempatan kepada saya. Dua bulan yang lalu Ibu ikut ke kampus, Ibu melihat Kamu. Kata ibu, saya hanya boleh menolak perjodohan jika menikah dengan mu.” Hati-hati, Rakha menyampaikan isi hatinya. Menceritakan bahwa ia tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatakan semua itu kepada Janu.

“Sekarang Ibu saya, sedang dirawat di ICU, Janu please menikahlah dengan saya.” Meminta, Rakha. Rakha menyampaikan bahwa ibunya ingin melihat Rakha menikah sebelum Ia wafat. Janu hanya memandang Rakha tidak percaya. Mana mungkin ia mau menikah dengan dosen jahat itu.

“Saya salah sudah memperlakukan kamu dengan kasar, tapi saya tidak tahu bagaimana cara agar bisa bicara dengan kamu. Tolong bantu saya, saya belum sanggup kehilangan Ibu,” sambung Rakha.

Janu tidak sampai hati mendengarkan cerita Rakha. Dia tidak akan tega membiarkan seorang Ibu mati dalam kecewa karena anaknya yang tidak kunjung menikah. Janu tidak sejahat itu. Janu masih punya hati. Ia tidak bisa memelihara kebencian pada Rakha. Apa lagi Janu masih berduka atas kematian orang tuanya. Mana mungkin Janu tega membiarkan Ibu Rakha sedih.

“Saya akan bantu Bapak,” jawab Janu dengan air bening yang menetes dari kedua matanya.

“Ayo kita berangkat,” ajak Rakha secepat kilat sebelum Janu berubah pikiran.

~~~
Mereka sudah berada di ICU, ada wanita seumuran almarhum Ibunya yang sedang terbaring lemah, Janu mendekat dan membelai wanita itu. Janu mengucapkan banyak hal berusaha membuat Ibu Rakha membuka mata. Usaha Janu tidak sia-sia, wanita itu sadar tersenyum melihat Janu.

“Kamu adalah anak sepupu saya Janu. Ibumu diusir dari keluarga karena menikah dengan dengan ayahmu yang berbeda keyakinan. Alhamdulillah ibumu bisa kembali menjadi seorang muslim dan ayahmu juga mendapatkan hidayah. Namun, ibumu belum sempat kembali pulang ke kampung, Ia hanya berpesan kepada saya untuk menjaga mu.” Cerita ibu Rakha.

“Menikah dengan Rakha ya sayang,” Pinta Ibu Rakha. Janu mengangguk dan memeluk wanita itu. Ternyata ia masih memiliki keluarga, Janu tidak sebatang kara.

Sebenarnya semenjak kuliah di Indonesia Janu sudah ingin mencari informasi tentang kampung halaman ibunya. Namun, kondisi keuangan Janu yang terbatas membuat keinginannya itu belum bisa terwujud. Di Mumbay kedua orang tuanya hanyalah bekerja sebagai pembuat henna, karena ayahnya sudah diusir dari keluarganya yang kaya raya tanpa membawa apa-apa.
~~~

Janu sudah berada di dalam mobil, Rakha mengantarnya pulang. Ponsel Janu berbunyi. Segera dibacanya notifikasi yang masuk. “Alhamdulillah,” Janu bersyukur, baru saja ada pesanan 200 botol henna dan sudah langsung dibayar cast. Janu sangat bahagia, keikhlasannya membantu Rakha langsung dibayar Allah dengan memberikan rezeki dan Janu bisa membayar kos.

“Saya masih tidak percaya dengan semua ini, Pak,” kata Janu. Rakha hanya menatap Janu tanpa menjawabnya. Dan Janu merasakan ada kasih sayang dalam tatapan Rakha. Apakah ini jawaban atas doa-doa Janu? Janu yakin ini adalah pertolongan dari Allah dan ia harus bersyukur atas kasih sayang Allah kepadanya.

Kini Janu tahu bahwa Rakha tidak sejahat yang ia kira, dosen itu hanya sedang depresi karena memikirkan kondisi kesehatan dan permintaan ibunya.

Satu bulan berlalu, Ibu Rakha sudah pulang dari rumah sakit dan Janu sudah sah menjadi istri Rakha. Walaupun pernikahan mereka berlangsung sederhana di ICU rumah sakit, tapi Janu bahagia. Apalagi saat ini mereka sedang dalam perjalanan ke kampung halaman mendiang ibunya di sebuah desa di tepi pantai Sumatera. (*)

Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id. Silakan menyampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : [email protected].