News

Ada 60 Ribu Kasus Kematian Rabies Per Tahun, FKH UGM Minta Masyarakat Waspada

Kasus kematian akan rabies ditemukan hampir di seluruh belahan dunia, utamanya benua Afrika dan Asia. Foto : republika

Kampus—Menurut catatan World Health Organization (WHO) penyakit rabies dapat menyebabkan kematian 60 ribu orang per tahunnya. Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai penyakit ini.

Penyakit rabies dan anthrax merupakan penyakit golongan neglected, atau terabaikan yang banyak memakan korban. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, ditemukan 11 kasus kematian akibat rabies. Sebanyak 95% di antaranya dikarenakan gigitan anjing.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Rabies ini sebenarnya adalah virus yang bisa dikendalikan melalui vaksinasi, tapi implementasinya tidak gampang,” ungkap Dosen FKH UGM, Heru Susetya, PhD, dalam Seminar Nasional bertajuk “Kolaborasi Lintas Sektor dalam Pengendalian Rabies dan Anthrax: Tantangan Pengendalian PHMS (Rabies dan Anthrax) di Era Kemudahan Akses Transportasi” pada Sabtu (16/9/2023).

Baca Juga: Ingin Daftar Jadi PNS ? Cek Batas Usia Pensiunnya

Faktanya, persebaran virus rabies pada manusia sebenarnya termasuk kebetulan, bukan penularan utama. Menurut Heru, ketika virus rabies berada di tubuh hewan, maka umurnya akan jauh lebih panjang ketimbang berada di tubuh manusia.

Ketika terserang virus rabies, seseorang akan mengalami gejala awal seperti demam, lesu dan tidak nafsu makan, pusing, insomnia, sakit kepala hebat, hingga timbul rasa panas di area gigitan.

Gejala yang timbul ini banyak disalahartikan sebagai penyakit biasa pada umumnya. Akibatnya banyak pasien yang enggan menuju rumah sakit atau puskesmas untuk mendapat penanganan. 

Kasus kematian akan rabies ditemukan hampir di seluruh belahan dunia, utamanya benua Afrika dan Asia. Tempat bersarangnya virus tidak hanya pada anjing dan kucing, namun juga banyak ditemukan di hewan liar.

Baca Juga: ITS Juara Umum GEMASTIK 2023, Cek Daftar Lengkap Pemenang

 “Luar biasanya rabies itu bahwa penyebarannya sangat beragam, ada hewan liar, hewan domestik, bahkan campuran. Lalu ada siklus epidemiologinya tadi,” terangnya seperti dilansir laman UGM.

Menurutnya paling tidak dua, atau tiga hewan yang siklusnya dibawa oleh hewan yang dekat dengan manusia, atau hewan domestik. Sedangkan untuk hewan liar, siklusnya disebut rabies silvatik.

“Nah, kalau sebuah negara persebaran virusnya ada dua, yaitu urban dan silvatik, maka pengendaliannya akan lebih susah,” tutur Heru. 

Baca Juga: BKN Undur Jadwal Seleksi CPNS 2923, Ini Jadwal Resmi Terbaru

Hambatan utama dalam penanganan rabies di Indonesia adalah kurangnya kesadaran akan bahaya rabies di masyarakat. Vaksinasi, khususnya untuk rabies urban sudah tersedia dan diimplementasikan di berbagai daerah. Sayangnya, dari 34 provinsi yang ada, hanya 11 provinsi yang dinyatakan bebas rabies.

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI,  Imran Pambudi, MPHM, Kemenkes memiliki target Indonesia bebas rabies di 2030 dengan menciptakan herd immunity yang mengharuskan setidaknya 70% populasi anjing telah divaksin.

Baca Juga: Klik Laman https://sscasn.bkn.go.id/ untuk Pendaftaran Seleksi CPNS 2023 yang Dibuka Hari Ini

Imran menjelaskan tata cara penanganan gigitan hewan rabies pada seseorang. Area luka harus segera dibersihkan dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit.

Kemudian beri antiseptik, berupa alkohol atau sejenisnya untuk mengantisipasi penyebaran virus. Ketika mengalami gejala tidak biasa setelah gigitan, seperti demam tinggi, maka dianjurkan untuk segera mendapatkan penanganan di fasilitas kesehatan terdekat. 

“Upaya penanganan persebaran rabies ini juga dilakukan secara regional, ya. Jadi setiap pemerintah daerah itu harus memiliki kebijakan terkait pengendalian dan penanganan rabies sesuai kebijakan nasional,” tegasnya.(*)

Berita Terkait

Image

Tim UGM Raih Peringkat Kedua Asia di Kompetisi Chem-E-Car