Apa Itu Fomo ? Ini Cara Mengatasinya
Rahmah Aqilah Murtiaji
Fear of Missing Out atau yang sering orang bilang fomo. Kata yang pasti pernah kalian dengar atau gunakan sekali seumur hidup. Fomo adalah perasaan dimana kalian merasa melewatkan hal penting atau menyenangkan yang orang lain rasakan.
Perasaan ini bisa dipicu oleh media sosial, karena media sosial adalah tempat dimana sering melihat hal penting dan menyenangkan dalam kehidupan orang lain, yang bisa membuat kita merasa bahwa kita melewatkan sebuah acara, kesempatan, atau interaksi sosial yang menarik. Persepsi ini dapat membuat kita berpikir orang lain lebih bersenang-senang dan menjalani kehidupan yang lebih baik dari kita.
Fomo adalah perasaan yang dapat dialami dalam banyak situasi. Seperti saat melewatkan sebuah pesta atau hangout bersama teman yang lain, bisa juga saat ketinggalan membeli sebuah barang yang memiliki diskon yang banyak.
Mungkin kalian bertanya-tanya, kayak gimana sih fomo itu? Biasanya fomo ditandai dengan adanya keinginan untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan oleh orang lain. Saat merasa Fomo rasa iri juga dapat timbul, rasa tersebut ditunjukan terhadap orang lain yang hidupnya mungkin lebih baik dari kita atau kita juga dapat merasa tidak bahagia dengan kehidupan kita.
Hal ini dapat membuat diri kita cemas karena merasa diri kita tidak ideal, kita merasa diri kita tidak mengalami kemajuan atau menjalani kehidupan yang tidak semenarik seharusnya. Kita bisa saja memiliki dorongan untuk melakukan apa yang dilakukan orang lain dan membandingkan diri kita dengan orang tersebut, hal ini dapat membuat kita merasa rendah diri saat melihat kehidupan orang lain.
Kenapa ya kita bisa mengalami fomo? Fomo melibatkan perasaan kehilangan yang diikuti oleh perasaan cemas yang membuat kita selalu memikirkan dan melakukan sebuah tindakan tertentu berulang-ulang untuk menghindari perasaan kehilangan yang kita rasakan. Menurut Przybylski dkk fomo berkaitan dengan self-determination theory yang berkaitan dengan salah satu tiga kebutuhan bawaan manusia yaitu keterkaitan, lebih tepatnya keterkaitan yang tidak terpenuhi yang merujuk pada kebutuhan untuk memiliki. Ketika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, kita mengalami fomo. Fomo muncul ketika kita merasakan adanya sebuah ancaman untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan hubungan sosial.
Fomo juga bisa disebabkan oleh beberapa alasan seperti: adanya kondisi Loss Aversion, kondisi ini adalah kecenderungan manusia yang merasa lebih terpukul pada kerugian atau kehilangan daripada keuntungan yang didapat. Penyesalan karena ketinggalan suatu hal juga dapat membuat kita merasakan fomo tersebut, penyesalan ini juga dapat kita rasakan pada sebuah kejadian di masa depan atau dikenal sebagai “peramalan afektif” yang memiliki kondisi dimana kita bisa memprediksi bagaimana perasaan kita pada suatu peristiwa yang belum terjadi.
Bisa juga karena kita dihadapi oleh terlalu banyak pilihan yang membuat kita merasa harus memilih pilihan yang tepat sehingga menimbulkan rasa takut kehilangan jika kita memilih pilihan yang salah. Fomo juga bisa terjadi karena tingkat kepuasan kita rendah pada diri sendiri, seperti dimana saat orang yang merasa dikucilkan secara sosial mungkin memiliki tingkat fomo yang lebih tinggi.
Terus bagaimana ya cara kita mengatasi perasaan fomo tersebut? Kristen Fuller, seorang dokter dan penulis kesehatan mental klinis, menyarankan bahwa kita bisa melakukan jomo (joy of missing out). Seperti namanya, jomo memungkinkan kita untuk bisa menemukan kesenangan dalam kehidupan kita sendiri, lebih menghormati hubungan antar sesama makhluk sosial, dan masih banyak lagi.
Apa sih hal yang bisa kita lakukan untuk memaksimalkan jomo? Kita bisa membatasi waktu saat menggunakan sosial media yang dapat memicu perasaan fomo, sebagai alternatif mungkin kita bisa mem-block atau unfollow orang yang bisa meningkatkan kefomoan kita. Kita bisa lebih fokus pada pribadi kita dengan lebih mengapresiasi diri kita sendiri. Kita bisa memelankan laju kita dengan lebih banyak meluangkan waktu untuk lebih fokus pada diri sendiri, mulai melakukan istirahat sejenak dan menarik napas dalam-dalam saat merasakan fomo sekaligus untuk menenangkan pikiran.
Kita bisa mulai merelakan sebagian apa yang kita ingin miliki, mulai merelakan segala keinginan yang kita punya dan mencoba untuk menerima tidak semuanya bisa kita miliki. Kita juga bisa mulai melakukan satu hal pada satu waktu, mungkin kita bisa melakukan banyak hal tapi mari kita coba untuk memfokuskan semua perhatian kita pada satu hal sampai selesai daripada melakukan semuanya sekaligus.
Pada akhirnya semua orang mungkin pernah merasakan fomo dan itu mungkin hal yang wajar. Merasakan ketinggalan atau merasakan adanya kemungkinan kita left out dari grup pertemanan kita merupakan hal yang setidaknya pernah kita rasakan sekali dan itu tentu juga hal yang wajar. Memiliki perasaan ingin mengejar semua ketertinggalan tersebut juga hal yang sepenuhnya wajar, semua orang bisa maklum dengan hal itu. Tetapi selalu ingat bahwa segala hal yang berlebihan adalah hal yang sudah pasti buruk. (*)