Opini

Western dan Asian Value dalam Komunikasi Interpersonal, Masih Relevan?

 

Masyarakat Asia lebih menekankan kesopanan, hierarki sosial, dan menghindari konflik terbuka. Foto dok republika

Suci Marini Novianty
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam diskursus komunikasi interpersonal, kita sering kali dihadapkan pada pembagian budaya Barat dan Asia ketika berbicara mengenai perbedaan dalam berkomunikasi. Menurut Ronald B. Adler dan Rusell F Proctor II, dalam bukunya berjudul Looking Out, Looking In 15th Ed, budaya Asia dan Barat sering kali diidentikkan dengan individualisme dan kolektivisme dalam proses komunikasi. Selain itu, terdapat pula perbedaan cara menghormati sesama serta cara menggunakan komunikasi eksplisit dan implisit.

Sejak lama, dikenal adanya perbedaan nilai-nilai komunikasi antara masyarakat Barat dan Asia. Masyarakat Barat cenderung lebih terbuka, langsung, dan menekankan ekspresi diri yang jelas dan tegas. Di sisi lain, masyarakat Asia lebih menekankan kesopanan, hierarki sosial, dan menghindari konflik terbuka.
Namun, dengan perkembangan teknologi dan interaksi lintas budaya yang semakin intensif, muncul pertanyaan: apakah perbedaan-perbedaan ini masih relevan dalam konteks komunikasi global saat ini?

Pertama, kita harus mengakui bahwa nilai-nilai komunikasi, baik Barat maupun Asia, tetap memiliki relevansi dan keunikan masing-masing. Nilai-nilai seperti individualisme, kebebasan berekspresi, dan penekanan pada kejujuran masih sangat dihargai dalam konteks Barat. Di sisi lain, nilai-nilai seperti harmoni sosial, menghormati otoritas, dan kehati-hatian dalam berekspresi masih menjadi bagian penting dari komunikasi interpersonal di masyarakat Asia.

Namun, dengan semakin terbukanya akses informasi dan penyebaran budaya melalui media sosial dan teknologi, terjadi proses konvergensi nilai-nilai komunikasi. Masyarakat Barat mulai menghargai nilai-nilai seperti kesopanan, kerendahan hati, dan sikap menghormati dalam berkomunikasi, sementara masyarakat Asia mulai membuka diri terhadap ekspresi diri yang lebih bebas dan proaktif.

Hal ini terlihat dalam berbagai aspek komunikasi interpersonal, mulai dari gaya berbicara hingga cara berinteraksi dalam konteks profesional maupun pribadi. Misalnya, dalam lingkungan kerja, terlihat adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya komunikasi yang terbuka, kolaboratif, dan menghargai pendapat semua pihak, meskipun dalam budaya Barat biasanya lebih individualistik.

Di sisi lain, masyarakat Asia juga semakin terbuka terhadap ide-ide dan nilai-nilai Barat, terutama dalam konteks globalisasi dan modernisasi. Nilai-nilai seperti inisiatif pribadi, kreativitas, dan aspirasi untuk mencapai kesuksesan pribadi menjadi semakin dihargai dan diterima secara luas.
Kendati demikian, penting untuk diingat bahwa meskipun terjadi konvergensi nilai-nilai komunikasi, setiap budaya tetap memiliki kekhasan dan keunikan yang harus dihormati dan dipahami. Menghargai perbedaan dan memiliki keterbukaan untuk belajar dari budaya lain merupakan kunci utama dalam membangun komunikasi yang efektif dan harmonis pada era globalisasi ini.

Jadi, apakah Western dan Asian Value dalam komunikasi interpersonal masih relevan? Jawabannya adalah iya, tetapi dengan nuansa dan konteks yang lebih dinamis dan terbuka. Apalagi, saat ini isu mengenai budaya komunikasi juga mulai bergeser dengan isu urbanisasi yang disebabkan oleh jaringan internet, bahkan di tempat terpencil sekali pun. Sehingga, pertukaran budaya menjadi dinamis.

Nilai-nilai komunikasi pun tidak statis, melainkan terus berubah dan berkembang seiring dengan perubahan zaman dan interaksi antarbudaya yang semakin intensif. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus membuka diri terhadap perbedaan, belajar dari satu sama lain, dan menciptakan komunikasi yang inklusif dan menghargai keragaman budaya. (*)