Serba Serbi

Pakar Pariwisata UGM Khawatir Kenaikan Harga Tiket Borobodur akan Turunkan Jumlah Pengunjung

Pemerintah menaikkan tiket naik ke Candi Borobudur menjadi Rp 750 ribu orang untuk wisatwan domestik dan 100 dolar AS untuk wisatawan manca negara. fFoto : republika
Pemerintah menaikkan tiket naik ke Candi Borobudur menjadi Rp 750 ribu orang untuk wisatwan domestik dan 100 dolar AS untuk wisatawan manca negara. fFoto : republika

Kampus—Kepala Pusat Studi Pariwisata UGM, Dr Muhammad Yusuf khawatir kenaikan harga tiket Borobudur akan menurunkan jumlah pengunjung ke candi tersebut. Hak tersebut menurutnya tentu berdampak kepada penghasilan para penggiat pariwisata, seperti tour guide, penjual makanan dan souvenir, homestay, dan lain-lain.

“Situasi ini membuktikan bahwa perencanaan pengembangan wisata Candi Borobudur tidak melalui kajian yang baik. Kalau pun ada kajian nampaknya hasil kajian tersebut tidak dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan kebijakan," Yusuf seperti dikutip dari laman ugm.ac.id, Senin (06/06/22).

Pemerintah berencana menaikkan tiket naik ke Candi Borobudur menjadi Rp 750 ribu orang untuk wisatawan domestik dan 100 dolar AS untuk wisatawan mancanegara. Kenaikan harga tiket ini bertujuan untuk membatasi jumlah pengunjung untuk naik ke bangunan Candi Borobudur.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Yusuf yang juga pengamat pariwisata itu meyakini dengan kebijakan menikkan harga tiket Borobudur itu akan berdampak cukup banyak bagi masyarakat sekitar candi. Oleh karena itu, ia menyampaikan saran agar masyarakat lokal dan penggiat pariwisata untuk antisipatif terhadap setiap kebijakan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah.

Dia berpandangan selain menerapkan kebijakan menaikkan tarif masuk, pemerintah dan pihak-pihak terkait mestinya berusaha memperluas dan memperbanyak atraksi di kawasan Kecamatan Borobudur. Dengan upaya semacam itu tentunya para wisatawan yang berkunjung nantinya tidak hanya fokus pada candi.

“Bahkan mereka bisa diarahkan untuk bisa mengunjungi beragam desa wisata dan atraksi wisata di sekitar kawasan candi, sehingga wisatawan tidak terkonsentrasi hanya pada satu titik saja," urainya.

Ia menjelaskan, perkembangan amenitas dan aksesibilitas menuju dan di dalam kawasan Borobudur berjalan sangat cepat. Bahkan, menurutnya, terlalu cepat sehingga banyak unsur masyarakat yang tidak siap dengan perkembangan yang terlalu cepat tersebut.

Studi yang dilakukan Puspar UGM menunjukkan bahwa hampir semua inisiatif pembangunan di kawasan Borobudur adalah inisiatif pemerintah pusat sehingga sangat sedikit atau bahkan “tanpa” pelibatan masyarakat sekitar, termasuk para penggerak wisata.

“Menjadi cukup wajar bila kemudian masyarakat tidak terlalu paham arah pengembangan di kawasan Borobudur, dan bahkan bingung harus melakukan apa," ujarnya.

Yusuf mengakui angka kunjungan wisatawan domestik ke Borobudur sangat banyak dan cenderung naik. Bahkan saking banyaknya terlihat melebihi daya dukung khususnya Candi Borobudur.

Data memperlihatkan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2018 sebanyak 3.855.285 terdiri dari wisatawan domestik 3.663.054 dan wisatawan mancanegara 192.231. Sementara di tahun 2019 jumlah ini mengalami peningkatan menjadi 5.016.839 terdiri dari wisatawan domestik 4.774.757 dan wisatawan mancanegara 242.082.

Oleh karena itu, berdasar kajian yang telah dilakukan selama ini dan untuk mendukung konservasi maka seharusnya jumlah kunjungan ke candi tidak lebih dari 300 pengunjung per hari. Sedangkan keputusan 1.200 pengunjung per hari adalah untuk kawasan candi bukan untuk menaiki candi.

“Karena banyak studi telah menunjukkan kelebihan pengunjung selama ini telah membuat kerusakan di candi, seperti permukaan candi yang terus menurun, dan batu candi yang mulai rusak," katanya.

Sebagai pengamat, Yusuf menyayangkan jika kebijakan mengenai konservasi dan pariwisata di Candi Borobudur ini sering kali tidak integratif. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakjelasan pemangku kepentingan yang terlibat.

“Siapa bertanggung jawab terhadap apa tidak ada kejelasan,” cetusnya.

Oleh karena itu, menurutnya, kejelasan kelembagaan ini perlu diperkuat sehingga setiap kebijakan yang diambil menjadi hal yang disepakati bersama dan menjadikan implementasi di lapangan menjadi lebih optimal.

Untuk itu, sambungnya, kebijakan menaikkan tiket Borobudur seharusnya ditentukan berdasarkan kajian yang mendalam dengan melibatkan seluruh stakeholders yang terkait. Seperti halnya kebijakan pembangunan di sekitar kawasan candi.

“Saya melihat penentuan tarif ini juga tanpa melakukan studi yang komprehensif sehingga banyak pihak yang tidak berkenan," tandasnya.

Berita terkait :

Ini Profil Prof Ova Emilia, Rektor Wanita Kedua UGM

UGM Masuk 10 Besar Dunia Kampus Paling Top di Instagram Versi Emplifi

Pakar UGM : Paparan Sinar Matahari Pengaruhi Suasana Hati

Tips Agar Baterai HP Awet Saat Tethering Seharian

Bagaimana Agar Tak Kena Ransomware, Begini Caranya ?

Tangkal Berita Hoaks dengan Metode 'ESCAPE'

Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id.Silakan sampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

Tim UGM Raih Peringkat Kedua Asia di Kompetisi Chem-E-Car