Opini : Kaya
Dr Encep Saepudin, SE, MSi
Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Kehidupan orang kaya itu menarik diintip. Apa pun polah tingkah kesehariannya, termasuk bagaimana tidur dan ngoroknya, layak dibahas dari berbagai perspektif rakyat kebanyakan. Mungkin saja berbeda.
Isu sensitif orang kaya selalu muncul saat Pilpres, Pileg, dan Pilkada. Dituding sebagai pengatur proses pemilihan. Istilahnya oligarki.
Wong sugih punya kasta berdasarkan mata uang rupiah. Ada jutawan. Ada miliarder. Ada triliuner.
Apa pun kastanya, jadi wong sugih pasti enak. Sebab memiliki segudang privilese. Privilese ini yang ingin diketahui rakyat kebanyakan itu.
Sebelum dikenal media sosial, sudah muncul para pemburu kehidupan orang kaya. Namanya adalah paparazi.
Para paparazi berbuat semaunya sampai menjamah lingkup privasi. Aksinya itu hanya demi tahu apa yang dikerjakan dan dipakai wong sugih.
Sekarang, semua serba terbuka. Tanpa paparazi pun, orang-orang kaya rela berbagi kehidupannya pada publik melalui media sosial.
Gilanya, nih. Orang kaya itu dapat honor pula dari medsos atas kerelaan berbagi kehidupan. Nilainya bisa puluhan juta hingga miliaran rupiah per bulan. Honor ini membuat wong sugih sudah kaya, makin bertambah kaya.
Kapan miskinnya? Yang tetap miskin, ya para subscriber itu.
Namun tidak semua orang bisa kaya. Hanya segelintir saja jumlahnya.
Padahal, jam kerjanya sama. Kerja kerasnya sama. Semangatnya sama. Tapi kenapa bisa beda statusnya, kaya dan miskin. Yang beda hanya satu. Keberuntungan.
Terdapat 2.781 triliuner di dunia. Triliuner adalah orang kaya yang hartanya triliunan rupiah.
Lima besar negara yang melahirkan triliuner adalah China (814 triliuner), Amerika Serikat (800 triliuner), India (271 triliuner), Inggris (146 triliuner), Jerman (140 triliuner).
Indonesia menempati posisi ke-13 dari 20 negara yang memiliki triliuner di dunia. Jumlahnya sebanyak 47 orang. Masya Allah!
Total kekayaan triliuner itu sekitar 14.000.000.000.000 dolar AS! Cara baca mudahnya: 14 triliun dolar AS. Atau, setara Rp 217 kuadritiliun.
Bandingkan dengan APBN 2024 Indonesia, sekitar Rp 3.351 triliun. Uang segini pun untuk 283 juta orang!
Kagak ada apa-apanya dibandingkan milik para triliuner itu. Ngerih, kawan.
Islam tidak melarang setiap individu menjadi kaya raya. Berapa pun besaran harta kekayaannya, silahkan saja. Asalkan diperoleh dengan cara yang halal.
Dan, jangan lupa bayar zakatnya. Cuma 2,5%. Juga, jangan lupa infak, yang besarannya terserah kamu.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Jumu'ah Ayat 10, berbunyi: "Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung".
Ayat ini diturunkan saat jamaah meninggalkan salat Jumat saat Rasulullah Muhammad Saw sedang berkhutbah. Jamaah malah menyambut rombongan saudagar yang akan menjajakan dagangannya.
CNBC (2023) melaporkan kekayaan orang kaya Indonesia berdasarkan klaster DPK perbankan. Sebanyak 0,02% penabung rerata punya simpanan Rp.98 miliar per orang. Sebanyak 0,8% penabung punya simpanan Rp 3,5 miliar per orang. Sebanyak 63,05%, besaran tabungannya Rp 6 juta per orang.
Entah apa yang dibayangkan penabung saat mengetik di mesin ATM, layar monitornya tertera: "saldo anda tidak cukup". Menyebalkan. Hehehe
Berapa pun kekayaan kita patut disyukuri. Sebab itulah kenyataan yang kita peroleh sekarang ini. Sebab membahas kekayaan tiada akan habisnya. Selalu ingin terus kaya agar kaya terus.
Di dunia ini, hanya ada satu manusia yang kekayaannya terus bertambah setiap tahun. Padahal manusia mulia itu sudah wafat sekitar 1400 tahun silam.
Manusia mulia itu bernama Utsman bin Affan ra. Kekayaannya dalam bentuk ladang pertanian, hotel, dan lain sebagainya yang sampai sekarang masih beroperasi.
Semoga bestie makin kaya. Makin sejahtera. Makin makmur. Dan, jangan lupakan aku. Xixixi (*)