Opini

Opini : Mahasiswa

Mahasiswa melakukan demontrasi. Ilustrai. Foto L republika

Dr Encep Saepudin, SE, MSi
Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Statusnya keren, yaitu mahasiswa. Namun kalau status ini sekadar kuliah atau pembelajaran, kurang layak menyandangnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Statusnya itu bukan sekadar pembelajaran, juga melaksanakan penelitian dan pengabdian. Ketiganya bergerak bersamaan dalam bingkai Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Tujuan tri dharma ini untuk membentuknya menjadi individu yang kompeten sesuai bidangnya sehingga siap kerja, berwirausaha, dan berdaya saing.

Serta, berkontribusi dalam memberdayakan masyarakat menuju arah lebih baik dalam ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam pemberdayaan ini, mahasiswa berperan sebagai agen perubahan. Agen kontrol sosial. Agen kekuatan moral (moral force). Dan, agen penjaga nilai-nilai luhur kemanusiaan (guardian of values).

Apa, bang? Mahasiswa sebagai agen pulsa? Ooo, harus diakui ada juga mahasiswa yang menjadi agen pulsa untuk membayar biaya kuliah yang makin melambung angka nominalnya.

Karena perannya ini, maka kagak perlu heran kalau mahasiswa turun ke jalan. Maknanya bukan untuk membersihkan atawa menyapu jalan, bang dan mpok!

Demo, bang! Turun ke jalanan alias demonstrasi...

Gegara turun ke jalan, sejumlah kepala negara di sejumlah negara, termasuk Indonesia, tumbang.

Alasan turun ke jalan karena kejengkelan mahasiswa terhadap pemerintah yang korup dan kagak taat konstitusi sudah sampai ubun-ubun.

Sekarang, pegang jidatmu, bestie. Nah, itulah ubun-ubun. Usia berapa bestie tahu kalau ubun-ubun itu adalah otak... Wkwkwkw

Kudu diingat juga kalau Indonesia berdiri sebagai buah dari gerakan mahasiswa. Para mahasiswa pribumi yang kuliah di Stovia mendirikan Budi Utomo sebagai cikal bakal gerakan akademisi merebut kemerdekaan. Merdeka!

Sayangnya, tidak banyak orang bisa mengenyam dunia kampus. Alasan utamanya adalah finansial.

Jumlah lulusan SMA/SMK/MA sekitar 3,7 juta per tahun. Lulusan yang bisa melanjutkan studi lanjut kuliah hanya sekitar 58%.

PDDikti mencatat jumlah mahasiswa sebanyak 9.598.974 orang. Jumlah perguruan tinggi sebanyak 4.401 unit dengan 33.961 program studi menaungi 330.694 dosen

Menuntut ilmu hingga jenjang pendidikan tinggi merupakan keharusan. Sebab firman Allah SWT dalam QS Thaha : 114 mengharuskan seorang muslim terus menambah ilmunya: "Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan".

UNESCO memperkirakan ada 254 juta mahasiswa yang terdaftar diberbagai universitas di seluruh dunia per Juli 2024. Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi (APK PT) dalam skala
global sekitar 40%.

APK PT setiap kawasan berbeda-beda. APK di North America 86,2%, Europe and Central Asia 75,7%, Latin America and Caribbean 54,6%, East Asia and Pasific 53%, Middle East and North Africa 40,7%, South Asia 25,0%, dan Sub-Saharan Africa 9,6%.

Bahasa Inggris bestie cas cis cus. So, paham nama-nama kawasan itu, ya. Termasuk Indonesia masuk kawasan yang mana. Wkwkwk.

Untuk menentukan APK PT Indonesia perlu memahami profil mahasiswa. Usia mahasiswa berkisar antara 18-25 tahun. Usia 18 tahun sampai 24 tahun merupakan usia dewasa awal (young adulthood).

Berdasarkan profil tersebut ternyata muncul tiga versi APK PT. Pertama, versi Kemendikbud Dikti tahun 2022 adalah 29,37%. Kedua, versi BPS 31,16%. Ketiga, versi APTISi 23,86%.

Dalam menentukan angka saja bisa beda. Masa sih hal beginian saja harus membuat mahasiswa turun jalan dulu agar menjadi sama angkanya. Kagak lucu, ya.

Nah, untuk membuka akses anak negeri bisa kuliah bisa simak usulan APTISI. Kan, biaya PTN sudah murah, maka alihkan saja porsi KIP.

Jadi, porsinya KIP diubah menjadi 75% utk PTS dan 25% utk PTN. Setuju, kan? Setuju.....(*)

Berita Terkait

Image

Opini : Pahlawan

Image

Opini : Diam