Opini : Oplosan

Dr Encep Saepudin, SE, MSi
Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Masih ingat lagu oplosan? Yang pernah hit berapa tahun lalu. Selalu muncul di layar kaca pada malam tertentu.
Yang didendangkan secara atraktif, riang, dan massal. Kedua tangan melambai-lambai. Pinggul bergoyang-goyang mengikuti hentakan musik nan lincah.
Posisi kedua bibir lebar tertawa. Yang nyanyi tertawa. Yang nari latar juga tertawa. Yang nonton ikut tertawa. Semua tertawa.
Tawa bahagia? Belum tentu. Tawa sementara sepanjang tayang, lalu pulang bawa uang. Uang honor agar tertawa.
Namun liriknya sarat makna. Mengingatkan bahaya mabuk.
Mabuk narkoba
Mabuk jabatan
Mabuk harta
Mabuk wanita
Mabuk seks
Mabuk uang
Mabuk gelar
Mabuk tahta
Mabuk kekuasaan
Mabuk segalanya
Oplosan... Oplosan... Oplosan...
Mabuk mengantarnya jadi pengoplos. Demi memuaskan hasrat mabuknya.
Apa pun bisa dioplos. Pokoknya mengoplos apa pun bisa.
Beras dioplos
BBM dioplos
Gas dioplos
Minyak goreng dioplos
Obat dioplos
Pupuk dioplos
Usia dioplos
Pejabat dioplos
Rakyat dioplos
Gender dioplos
Hukum dioplos
Pemimpin dioplos
Oplosan... Oplosan... Oplosan...
Produk oplosan adalah barang afkir. Yang kagak bisa diharapkan luarannya berkualitas. Ada juga sampah!
Oplos itu bagian dari penipuan. Rasulullah Muhammad SAW memperingatkan bahaya menipu, dalam haditsnya berbunyi: "Barangsiapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya." (HR Muslim)
Jangan pernah memaafkan para pengoplos. Sebab mereka sangat durjana.
Yang mengeruk keuntungan puluhan ribu triliun dari sekian banyak kasusnya. Dengan mengabaikan kenyamanan dan keselamatan publik.
Mereka berhenti bukan karena sadar. Melainkan karena ketahuan mengoplosnya.
Kalau kagak ketahuan lanjut terus dan terus melakukan penipuan pada publik. Sudah mati rasa. Ditahan saja memakai rompi tahanan masih klimis dan tebar senyum.
Memang sepantasnya neraka tempat berlabuhnya. Digodok api nan menyala-nyala.
Menemani Fir'aun (penguasa yang sombong), Qarun (orang kaya yang tamak), dan Abu Jahal (buzzer di masanya) yang sudah duluan berlabuh di sana. Biarkan orang-orang senang bersama para kroninya itu bersenang-senang dalam api neraka abadi di dalamnya.
Kita sebagai orang waras kagak perlu iri. Apalagi dengki pada mereka yg sudah beli kavling di neraka jahanam itu.
Oplosan... Oplosan... Oplosan...
(*)
