Opini

Opini : Uang

Ilusrasi opini Uang. Foto : pixabay

Dr Encep Saepudin, SE, MSi

Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Uang bukan segala-galanya. Tapi segala-galanya harus memakai uang.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Mau ibadah, pakai uang. Mau beramal, pakai uang. Mau makan, pakai uang.

Mau kerja, pakai (sogok) uang. Mau urusan cepat selesai, setor uang.

Husss... Stop... Stop...

Bulan puasa, nih. Entar pahala puasanya batal, lho. Oh, iya. Sorry...

Fungsi dasar uang sebatas alat tukar dan satuan hitung. Tidak lebih!

Namun uang sering kali dilebih-lebihkan. Untuk banyak hal.

Spekulasi. Rente. Gaya hidup hedon. Ajang pamer.

Kendaraan mewah. Fashion branded. Lingkungan ekslusif. Makanan dan minuman berlimpah.

Perilaku ini bikin menjerumuskan diri pada perilaku spekulatif dan koruptif. Dan, kalau dibiarkan bisa adiktif. Susah sembuhnya karena bakalan sakau kalau dilarang dan apalagi dihukum.

Islam kagak melarang umatnya memiliki kelebihan uang. Pokoknya boleh punya sebanyak-banyaknya. Sing penting diperoleh dengan cara halal.

Puasa mampu mengerem nafsu hedon manusia. Luarannya tercermin pada produktivitas tinggi, bekerja profesional, bertanggungjawab dan kagak tergiur manipulatif demi setumpuk uang.

Tumpukan uang dalam bentuk tunai dan deretan rekening bank dan portofolio bukan cermin tingkatan iman. Iman ditentukan banyaknya infak uang bagi kemaslahatan.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS Al Imran: 92, berbunyi: "Tidak akan sekali-kali kamu memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya (infak)."

Uang boleh banyak, yang penting perbanyak pula infaknya. Sebab infak itulah yang bikin hidup bahagia.

Rasulullah Muhammad SAW memiliki uang, dalam bentuk tunai dan barang, ditaksir sekitar Rp 1,4 triliun. Namun beliau menginfakkan seluruhnya pada baitul mal sebelum wafat.

Para sahabat, Abu Bakar ash Sidik ra, Umar bin Khattab ra, dan Ustman bin Affan ra berlomba-lomba menginfakkan uangnya. Tapi kagak habis-habisnya uangnya itu.

Malah, uang Ustman bin Affan ra yang dibelikan sumur terus bertambah banyak dan berkembang sampai sekarang ini. Uangnya dibelikan hotel, perkebunan, dan sebagainya. Padahal beliau sudah wafat 1.400 tahun silam. Masya Allah...

Berapa pun uang kita, alokasikan secukupnya untuk infak. Infak ini bikin orang lain tersenyum bahagia. Yang senyumnya berbalik pada kita untuk tersenyum balik.

Senyum tulus. Senyum yang menciptakan kebahagiaan yang hakiki.

Mana uangnya? (*)

Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id. Silakan mengirimkan tulisan, menyampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com.

Baca juga :

Opini : Laut

Opini : Investasi

Dicari Advokat Pendekar Hukum dan Keadilan

Prabowo dan Pemberantasan Korupsi

Efek Disinhibisi Daring: Kebebasan Komentar dan Militansi Netizen Indonesia

Berita Terkait

Image

Opini : Laut

Image

Opini : Laut

Image

Opini : Laut

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image