Serba Serbi

Mahasiswa Hati-hati Kecanduan Belanja Online, Apakah Termasuk Gangguan Mental ?

 

Banyak faktor yang dapat mendorong seseorang memiliki perilaku belanja kompulsif. Foto : republika

Kampus—Sejumlah penelitian menunjukkan peningkatan frekuensi belanja kompulsif (belanja bukan karena kebutuhannya) dan paling banyak terjadi pada mahasiswa dan perempuan. Lantas apakah perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai gangguan mental ?'

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dosen Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya, Uswatun mengatakan kebiasaan belanja kompulsif ini tanpa disadari, jika sering dilakukan akan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dikontrol atau yang biasa dikenal dengan kecanduan. Perilaku kecanduan dalam hal ini serupa dengan kencanduan lainnya seperti berjudi, game online, dan narkoba.

Menurutnya banyak faktor yang dapat mendorong seseorang memiliki perilaku belanja kompulsif Di antaranya yaitu mengatasi stress, meningkatkan mood, ingin mendapatkan pengakuan sosial dan meningkatkan citra diri.

Baca Juga: 25 Universitas Terbaik di Indonesia Versi THE Impact Rankings 2023, Ada 17 PTN dan 8 PTS

Uswatun menjelaskan, dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) belanja kompulsif tidak terdaftar sebagai kecanduan atau masalah kesehatan mental yang berdiri sendiri. Akan tetapi masalah atau gejala yang ditunjukkan memiliki karakteristik umum yang biasanya terjadi pada gangguan kecanduan seperti gangguan dalam control impulsive atau ketidakmampuan dalam menahan dorongan untuk melakukan belanja atau membeli sesuatu yang bahkan tidak dibutuhkan.

“Gangguan belanja kompulsif biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit mental lainnya seperti depresi, kecemasan, dan gangguan makan. Perilaku ini umumnya muncul di usia 30 tahunan atau saat seseorang merasa telah mencapai kematangan secara finansial,” kata Uswatun seperti dilansir laman UM Surabaya, Senin (2/10/23)

Dalam penjelasannya, beberapa bentuk kecanduan belanja yang perlu dikenali di antaranya yaitu:
Pertama, pembelian yang impulsif, dimana sering membeli sesuatu tanpa direncanakan atau cenderung spontan dan bahkan masih banyak barang yang dibeli belum sempat dibuka dan menumpuk.

Baca Juga: UGM Unggul dalam Bidang Industri di Ranking Universitas Terbaik Dunia Versi THE WUR 2024

Kedua, merasa sangat senang (euphoria) saat membeli sesuatu, kegembiraaan tersebut muncul bukan karena barang yang dibeli, namun lebih ke tindakan membeli, rasa gembira ini yang biasanya ingin diulang kembali sehingga mendorong ke arah kecanduan belanja.

Ketiga, berbelanja untuk mengatasi stress atau perasaan yang tidak menyenangkan. Suasana hati yang tidak nyaman ini kemudian dialihkan dengan berbelanj

Keempat, adanya rasa bersalah karena tidak mendapatkan barang yang memang dibutuhkan sehingga dilampiaskan dengan membeli barang lainnya.

Kelima, pembayaran dengan kartu kredit, debit atau pembayran non tunai lainnya menjadikan seseorang tidak menyadari telah melakukan kebiasaan belanja kompulsif karena tidak melakukan transaksi dengan uang tunai.

Baca Juga: Dibuka Seleksi Calon Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) Periode 2024-2027, Cek Syaratnya

Uswatun menyebut, dampak berkepanjangan yang dapat muncul akibat kecanduan belanja meliputi perasaan menyesal atas pembelian yang dilakukan, malu, bersalah. Hal ini juga menimbulkan masalah keuangan yang tentunya pengeluarannya menjadi lebih besar karena tidak terencana, kesulitan antar pribadi, dan kesulitan dalam menghentikan kebiasaan belanja.

Uswatun juga membagikan tips agar seseorang bisa menekan kebiasaan belanja. Menurutnya, seseorang perlu melakukan identifikasi bagaimana kebiasaan belanja yang dilakukan berakhir menjadi sebuah perilaku kecanduan.

“Cari tahu pemicu yang menyebabkan munculnya kebiasaan belanja, apakah karena emosi negative, perasaan kesepian, peningkatan harga diri atau bahkan ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosial,” tegas Uswatun.(*)

Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id. Silakan menyampaikan masukan, kritik, dan saran melalui komen di bawah ini atau e-mail : [email protected]
Kampus Republika partner of @republikaonline
kampus.republika.co.id
Instagram: @kampusrepublika
Twitter: @kampusrepublika
Facebook: Kampus Republika
Email: [email protected]