News

Artificial Intelligence (AI) tidak Sepenuhnya Dapat Gantikan Profesi Hukum

 

Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar (Unizar) bekerja sama dengan DDPD KAI NTB menggelar kuliah umum bertema “Masa Depan Profesi Hukum di Era Kecerdasan Buatan”, Selasa (24/10/2023). Foto :dok

Kampus—Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan di era disrupsi ini tidak sepenuhnya dapat menggantikan profesi hukum, tetapi hanya dapat mempermudah pekerjaan profesi hukum. Para pekerja profesi hukum perlu meningkatkan keterampilan-keterampilan yang sulit ditiru oleh AI menghadapi persaingan di era disrupsi mendatang.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Hal tersebut disampaikan oleh Vice President Kongres Adovocat Indonesia yaitu Dr TM Luthfi Yazid, dalam kuliah umum di Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Al-Azhar (Unizar) Selasa (24/10/23). Acara bertema “Masa Depan Profesi Hukum di Era Kecerdasan Buatan”, itu bekerjasama dengan Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia (DPD KAI) Nusa Tenggara Barat (NTB).

Luthfi Yazid yang juga peneliti dan dosen di Gakushuin University Tokyo, membahas perkembangan teknologi, termasuk kecerdasan buatan, dalam profesi hukum. Ia menekankan bahwa sementara teknologi dapat mengubah cara kerja hukum, ada aspek-aspek manusiawi yang tetap penting dalam praktik hukum.

“Kehadiran Artificial Intelligence tidak perlu dianggap sebagai ancaman, kecerdasaan buatan atau Artificial Intelligence di era disrupsi ini tidak sepenuhnya dapat menggantikan profesi hukum, tetapi hanya dapat mempermudah pekerjaan profesi hukum. Kehadiran AI tidak perlu dianggap sebagai ancaman, tetapi AI memberikan peluang untuk mempercepat pekerjaan profesi hukum,” papar Luthfi.

Baca Juga: Unand Luncurkan Prodi Magister Manajemen Bencana

Dalam menghadapi persaingan dengan teknologi AI, para profesi hukum menurut Luthfi, perlu meningkatkan keterampilan-keterampilan yang sulit ditiru oleh AI. Keterampilan itu seperti kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, kerja sama tim, dan empati guna menghadapi persaingan di era disrupsi mendatang.

Dalam kuliah umum itu Luthfi menjelaskan bahwa secara yuridis penggunaan teknologi AI juga mendapatkan pengakuan dalam Pasal 28C Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi, meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

Baca Juga: Kejar Peringkat 500 Universitas Terbaik di Dunia, Unpad Tingkatkan Sinergi dengan Alumni

Akan tetapi, jika ditinjau secara normatif melalui hukum yang ada di Indonesia, AI tidak mungkin menggantikan hakim. Hal ini dapat dilihat dari syarat menjadi seorang hakim dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

“AI juga tidak mungkin menggantikan pengacara karena tidak dapat memenuhi unsur persyaratan yang telah diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat," jelasnya.'

Baca Juga: Unair Kukuhkan Enam Guru Besar Hari Ini

Selain itu, AI tidak mungkin menggantikan jaksa. Hal ini dapat dilihat dari syarat menjadi seorang jaksa dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan.

“Mesin kecerdasan buatan memang mampu menjamin kepastian hukum dengan tingkat akurasi tinggi, tetapi mesin tidak mempunyai kepekaan untuk mndekatkan hukum pada keadilan karena keadilan tidak bisa diukur secara secara saintifik,” tegasnya.

Pemateri lainnya, Dosen Filsafat Fakultas Hukum Universitas Mataram Dr Widodo Dwi Putro mengatakan bahwa dunia hukum sesungguhnya merupakan dunia nilai, bertujuan menegakkan nilai keadilan. Ini semua tidak dapat diformulasikan secara tepat dalam algoritma dan pemrograman dalam teknologi kecerdasan buatan.

“Kercerdasannya merupakan bidang ilmu pengetahuan dibidang teknologi informasi yang dapat menekankan penciptaan mesin yang cerdas dalam bekerja dan memberikan respon aksi seperti manusia,” jelasnya.

Acara kuliah umum ini dihadiri oleh sejumlah tokoh akademik dan mahasiswa FH Unizar serta para praktisi hukum dan pengurus KAI NTB. Hadir pula Rektor Universitas Islam Al-Azhar (Unizar), Dr Muh Ansyar, Ketua Senat Unizar Dr Sahar, kepala BPM Unizar dr Velia Maya Samodra, Wakil Rektor I Dr Sri Karyati, dan Wakil Rektor II Unizar Siti Ruqayya.(*)

Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id. Silakan menyampaikan masukan, kritik, dan saran melalui komen di bawah ini atau e-mail : [email protected]
Kampus Republika partner of @republikaonline
kampus.republika.co.id

Instagram: @kampusrepublika
Twitter: @kampusrepublika
Facebook: Kampus Republika
Email: [email protected]