Serba Serbi

Pengemis Online di Media Sosial Mulai Menjamur, Ini Tanggapan Sosiolog Unair

Fenomene ‘pengemis online’  saat ini marak di media sosial, dengan mengekplotasi diri untuk mendapatkan belas kasihan. Ilustrasi. Foto : sputnik
Fenomene ‘pengemis online’ saat ini marak di media sosial, dengan mengekplotasi diri untuk mendapatkan belas kasihan. Ilustrasi. Foto : sputnik

Kampus--Fenomena pengemis online’ saat ini menjamur di media sosial khususnya TikTok. Berbagai kegiatan dilakukan oleh kreator konten dengan mengeksploitasi diri sendiri hingga orang lain untuk mendapatkan hadiah.

Kegiatan yang lakukan pengemis online tersebut pun beragam. Mulai dari mandi lumpur, berendam di air kotor, hingga mengguyurkan diri dengan air dingin selama berjam-jam. Tak jarang, objek eksploitasi tersebut merupakan orang tua atau lansia. Tidak sedikit yang memberikan hadiah, namun banyak juga yang mengecam.

Dalam pandangan Sosiolog Universitas Airlangga (Unair), Prof Bagong Suyanto substansi dari yang lakukan oleh pengemis tersebut tidaklah berbeda, yaitu meminta belas kasihan orang lain agar ia mendapatkan sesuatu. “Itu adalah bentuk kreativitas karena menghadapi situasi yang semakin kompetitif. Jadi mengemis ini tidak mudah, makin banyak saingan. Sehingga mereka perlu berkreasi untuk mendapatkan belas kasihan masyarat untuk memberikan amal karitatifnya,” jelasnya seperti dikutip dari laman Unair.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Selain itu, Prof Bagong juga menyoroti tentang fenomena kesenangan yang timbul akibat melihat orang menderita. Dalam platform media sosial tersebut, masyarakat akan memberi lebih banyak kalau si pengemis tersiksa lebih besar, seperti mengguyur lebih banyak hingga berendam lebih lama.

Dari fenomena tersebut pun, ia mengecam adanya kreator konten yang mencoba mengeksploitasi orang tua mereka. Menurutnya, dibelakang layar akan banyak anak muda yang berperan, terutama dalam mengoperasikan media sosial tersebut.

“Itu yang harus ditangkap. Ini masuk kategori orang yang bukan karena terpaksa tapi justru dia mengeksploitasi penderitaan orang-orang yang tidak berdaya untuk memperkaya dirinya sendiri,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair tersebut.

Perihal fenomena tersebut, pemerintah menurutnya harus mampu melakukan perang wacana. Sebabnya, ‘pengemis online’ menurutnya tidak bisa ditindak seperti halnya pengemis pada umumnya dengan bantuan Dinas Sosial atau Satpol PP. Bagong menegaskan, biar masyarakat yang akan menghakimi hal tersebut dengan cara tidak menyumbang atau tidak menonton konten tersebut.

Guru Besar Sosiologi Ekonomi itu berpesan agar pemerintah dan masyarakat bertindak adil dan tidak menstigma negatif terhadap orang miskin. Sebabnya, banyak juga masyarakat miskin yang perlu bantuan sehingga terpaksa untuk mengemis. Penindakan keras justru dilakukan kepada orang yang memanfaatkan masyarakat miskin untuk kekayaan pribadi.

“Ini harus dipilah, kita tidak bisa menghakimi semuanya salah, harus dilihat siapa yang melakukan karena dia butuh hidup, itu tidak masalah. Inikan sama seperti artis yang membuka donasi terbuka, kan sama. Lah kenapa kalau artis tidak kecam, orang miskin dikecam,” tegasnya.

Baca juga :

Rektor IPB Prof Arif Satria Terpilih sebagai The Most Popular Leader in Social Media 2022

Kemendikbudristek dan Twitter Kerja Sama Program Literasi Media Sosial Bagi Pelajar SMP

Keadilan di Media Sosial

Unair akan Terapkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) pada Seleksi Jalur Madiri Tahun 2023

Begini Penanganan Post Trauma pada Korban Kanjuruhan Menurut Pakar Unair

Gas Air Mata Punya Kemampuan Melumpuhkan Manusia, Ini Penjelasan Pakar Unair

Mahasiswa Unair Ciptakan 'Patrick Spray', Deodorant Spray Alami dari Ekstrak Bintang Laut

Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id.Silakan sampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com