Hindari Kebocoran Data Pribadi, Ini Saran Pakar UI
Kampus—Kasus kebocoran data pribadi sangat meresahkan. Data yang bocor ini bisa meliputi nama, tanggal lahir, Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor Kartu Keluarga (KK), alamat, nama ayah, nama ibu, NIK ayah, NIK ibu, nomor akta lahir/nikah, dan lainnya. Data pribadi yang bocor sangat rentan untuk disalahgunakan.
Pakar forensik komputer dan security, Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) Universitas Indonesia (UI) Setiadi Yazid, PhD, mengungkapkan terdapat berbagai motif seseorang melakukan peretasan atau hacking, mulai dari motif politik hingga ekonomi. Dia menambahkan, umumnya peretasan dilakukan atas dorongan ekonomi karena data yang didapat tersebut bisa digunakan untuk mengambil harta dari pemilik data.
“Data yang didapat bisa digunakan untuk masuk ke dalam sistem bank. Di saat sistem sudah ditembus, semua pihak terutama nasabah jadi terancam karena otentikasinya sudah diketahui. Data untuk otentikasi inilah yang diperjualbelikan. Semakin penting informasinya, semakin besar harga data tersebut bisa dijual,” kata Setiadi seperti dilansir laman UI.
Baca juga :
Ini Trik Mengatasi Peretasan dan Melindungi Data Pribadi dari Dosen Unair | kampus (republika.co.id)
Selain motif ekonomi dan politik, Setiadi mengatakan ada juga ada yang melakukannya dengan tujuan mendapatkan status dikalangan para hacker, bahwa pelaku adalah seorang hacker yang hebat.
Untuk menghindari terjadinya kebocoran data pribadi, Setiadi memberikan saran kepada masyarakat sebagai pemilik data untuk mulai menggunakan otorisasi berlapis atau mengakali pertanyaan verifikasi dengan jawaban yang lebih personal dan mengganti password secara berkala. Selain itu, masyarakat juga harus memiliki persiapan untuk menghadapi skenario terburuk ketika terjadi kebocoran pada data pribadi mereka.
“Misalnya, rekening bank mana saja yang harus segera ditutup, dan cara cara lain sesuai dengan prosedur perbankan yang ada. Sedangkan untuk pihak bank maupun pemerintah, mungkin perlu mengubah pertanyaan dalam prosedur verifikasi menjadi pertanyaan yang lebih personal dan bervariasi sehingga kemungkinan untuk ditembus lebih kecil,” paparnya.
Setiadi menjelaskan, kebocoran data adalah terbacanya data oleh pihak luar yang seharusnya tidak berhak. Hal ini bisa terjadi karena adanya penyerang yang berhasil menyalin data-data tersebut secara tidak sah. Penyerang, yang dikenal juga dengan julukan hacker, memanfaatkan celah atau kelemahan yang ada pada jaringan atau yang biasa disebut dengan vulnerability.
Karena faktor vulnerability, Setiadi mengatakan bahwa penyerang dapat membaca data tersebut tanpa seizin pengelola. Selain vulnerability dari sisi teknis, terdapat juga kelemahan lainnya dari sisi manusia yang dapat dimanfaatkan oleh hacker, yaitu melalui rekayasa sosial (social engineering), sehingga tanpa disadari petugas pengelola akan membiarkan hacker menyalin data yang seharusnya dirahasiakan tersebut.
Di luar semua celah di atas, Setiadi mengatakan masih terdapat kecerobohan yang disebabkan oleh human error, seperti mencatat password di tempat terbuka, ataupun berbagi password dengan teman, yang juga bisa menjadi awal dari kebocoran data.
”Pada dasarnya setiap sistem buatan manusia termasuk software, memiliki celah kelemahan,” ujar Setiadi yang juga Ketua Center for Cyber Security and Cryptography (CCSC) UI itu.
Sudah menjadi kesepakatan dunia bahwa setiap kelemahan yang ditemukan akan diumumkan ke masyarakat luas. Daftar kelemahan ini disimpan dalam Vulnerability Database (VDB) yang dapat dibaca oleh semua orang. Dalam daftar ini dicantumkan juga cara mengatasinya sesuai dengan saran dari pembuat software. Karena itu, pihak pengelola sistem seharusnya selalu memantau VDB tersebut, sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya, sebelum kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh hacker.
Menurutnya yang perlu disadari adalah sistem komputer ini, terutama software-nya, memang cenderung semakin canggih dan rumit, sehingga untuk mengamankannya memang tidak mudah. Lagi pula usaha maupun dana yang dikeluarkan untuk pengamanan tidak akan segera kembali sebagai keuntungan.
“Maka dari itu, para pengelola data masyarakat perlu siap untuk mengeluarkan ekstra dana dan upaya untuk pengamanan ini. Karena, walaupun tidak segera meningkatkan keuntungan, namun secara jangka panjang dampaknya bisa sangat merugikan,” tegas Setiadi.
Baca juga :
UGM Menjadi Tujuan Utama Mahasiswa Penerima Beasiswa LPDP 2023 | kampus (republika.co.id)
Pengemis Online di Media Sosial Mulai Menjamur, Ini Tanggapan Sosiolog Unair
Unair akan Terapkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) pada Seleksi Jalur Madiri Tahun 2023
Begini Penanganan Post Trauma pada Korban Kanjuruhan Menurut Pakar Unair
Gas Air Mata Punya Kemampuan Melumpuhkan Manusia, Ini Penjelasan Pakar Unair
Mahasiswa Unair Ciptakan 'Patrick Spray', Deodorant Spray Alami dari Ekstrak Bintang Laut
Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id.Silakan sampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com