Serba Serbi

Kenapa Pasar Tanah Abang Sepi Pengunjung ? Ini Pendapat Pakar UI

 

 

 

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kondisi Pasar Tanah Abang saat masih ramai. Kini Pasar Tanah Abang mengalami sepi pengunjung Foto : republika

Kampus—Sepinya pengunjung di Pasar Tanah Abang membuat sejumlah pedagang harus gulung tikar karena aktivitas jual beli yang kian menurun. Pakar Ekonomi Digital Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Ibrahim Kholilul Rohman, PhD, mengatakan faktor yang berpengaruh pada menurunnya aktivitas jual beli ini adalah aspek demand (permintaan) dan aspek supply (penawaran) yang bekerja secara bersama-sama.


Ibrahim mengungkapkan, kondisi sepinya pengunjung tidak hanya dialami oleh Pasar Tanah Abang saja, tetapi juga dialami hampir di semua sentra perdagangan retail Jakarta, seperti Glodok, Cipulir, Thamrin City, Ratu Plaza dan sebagainya. Dia menjelaskan demand (permintaan) dan aspek supply (penawaran) mempengaruhi kondisi itu.


Dari sisi demand, Ibrahim mengatakan bahwa proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) memang cenderung melemah. Proporsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB pada pertengahan tahun 2023 adalah proporsi terendah dalam sepuluh tahun terakhir.

“Konsumen cenderung mengalami penurunan kemampuan daya beli yang bisa disebabkan oleh beberapa aspek, misalnya dampak krisis akibat Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih sehingga perekonomian pada grass root belum benar-benar rebounding. Masyarakat juga cenderung lebih berhati-hati (precaution), hal ini ditandai dengan peningkatan tabungan khususnya pada jumlah tabungan di bawah Rp 5 miliar,” ujar Ibrahim seperti dilansir laman resmi UI.

Baca Juga: Jadwal Pameran Buku Islamic Book Fair Hari Kedua, Ada Lomba Marawis dan Talkshow

Sementara itu, dari sisi supply masuknya barang-barang impor dari luar negeri terutama dari Cina yang jauh lebih murah diperjualbelikan melalui platform digital, turut menyebabkan barang-barang yang dijual secara langsung seperti di pasar atau offline menjadi kurang bersaing dari sisi harga. Ibrahim mengatakan, secara umum masyarakat Indonesia memiliki pola permintaan yang price elastic. Hal ini dapat diartikan bahwa sedikit perubahan pada harga akan menyebabkan perubahan yang lebih besar pada kuantitas barang yang diminta.


Pengaruh Platform Penjualan Online
Platform penjualan online menjadi lebih menarik bagi konsumen karena mudah didapat dan harga lebih murah. Terlebih, dalam platform tersebut juga didukung dengan ekosistem keuangan yang memudahkan konsumen dalam bertransaksi, seperti digital wallet, digital banking, fintech, peer-to-peer (P2P) lending, bahkan paylater yang memungkinkan orang membeli barang meskipun dalam kondisi tidak memiliki budget.


Lebih lanjut Ibrahim menyampaikan, digital platform umumnya memiliki network effect yang sangat besar. Didukung dengan pengguna yang banyak, personalized product bisa dilakukan sehingga konsumen mendapatkan apa yang diminta dengan harga yang sesuai dengan kemampuan.


“Pada ilmu ekonomi, hal ini disebut dengan 1st degree price discrimination di mana setiap pembeli dengan daya beli yang berbeda-beda dapat di-personalized kebutuhannya,” kata Ibrahim.

Baca Juga: Kemensetneg Buka 90 Formasi PPPK 2023, Segini Besaran Gajinya


Di sisi lain, Ibrahim mengungkapkan bahwa selain kemudahan dan harga murah yang didapat dalam aktivitas jual beli online, dalam jangka panjang ada beberapa kemungkinan kerugian yang akan dialami konsumen. Seperti personalized product akan menggeser pembelian yang sifatnya wants menjadi needs. “Sehingga seakan-akan semua barang menjadi penting untuk dibeli. Ini akan menyebabkan unnecessary spending bagi masyarakat dengan kemampuan pendapatan yang sebenarnya terbatas,” kata Ibrahim.

Sebagai konsekuensi, hadirnya digital financial platform bisa menyebabkan masyarakat on the debt trap dengan bunga yang mahal jika gagal mengelola needs dan wants dengan bijaksana. Digital platform juga memiliki risiko terkait data security meskipun Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Dengan adanya gempuran produk impor dari luar negeri, khususnya dari Cina dengan harga jauh lebih murah tentu menjadi tantangan yang berat. Dengan opsi yang terbatas, Ibrahim menyarankan ada baiknya bila para pedagang melakukan eksplorasi untuk shifting barang penjualan ke non-mass production yang mudah di substitusi dengan barang impor dari luar negeri dengan harga yang jauh lebih murah. Selain itu, mereka juga harus mempelajari manfaat digitalisasi terutama bagi penjualan mereka.

Baca Juga: Dibuka Lowongan PPPK Tahun 2023 di Kemenlu, Tersedia 89 Formasi

Namun, masalah ini sebenarnya jauh lebih kompleks dari pada sekedar masalah digitalisasi. Dengan network effect yang kuat,  menurutnya platform digital umumnya memiliki kemampuan untuk menciptakan lock-in. Kondisi ini ditandai dengan ketergantungan baik pembeli dan penjual terhadap platform sehingga mereka tidak bisa keluar dari platform tersebut.

Secara unilateral, platform bisa melakukan filtrasi jenis komoditas apa yang menjadi trending dalam platform sehingga inilah yang saat ini terjadi di TikTok Shop. Barang-barang dari Cina, seperti skincare akan selalu di-up sehingga menjadi barang yang paling laku dengan exposure yang tinggi.


“Platform seperti TikTok juga bisa melakukan pseudo ban (pelarangan produk tertentu namun tidak secara resmi) untuk mencegah barang-barang yang ‘tidak mereka kehendaki’ menjadi barang dengan exposure yang tinggi,” tambahnya.(*)

 

Berita Terkait

Image

Kampus Terbaik di Jawa Barat Versi THE WUR 2025, UI, ITB, IPB Teratas

Image

10 PTN Terbaik di Indonesia Versi THE WUR 2025, Mana Incaranmu ?

Image

10 Universitas Terbaik di Asia Tenggara Versi QS WUR 2025, Ada dari Indonesia ?