Euforia Cantik Ala Korea, Ajarkan Gadis Kecil Mencintai Kulit Coklatnya Agar tidak Rasis
Oleh : Geofakta Razali
Pemerhati Komunikasi Media, Gender, dan Postmodernisme
“Aku gak suka warna kulitku,” kata seorang anak berumur sekitar lima atau enam tahun pada Ibunya yang saya temui ketika saya bergegas keluar dari sebuah toko healthcare untuk membeli masker dan minyak rambut yang habis.
“Aku pengen kulit aku glowing kayak artis Korea. Lebih cantik.” Ia mendeklrasikan ketidaksukaannya pada kulitnya yang semacam membuat sedih Ibunya. Mungkin karena memang Ibunya juga berkulit sedikit lebih gelap dari orang lain pada umumnya.
Tentu membesarkan gadis kecil ditengah gelombang Korean Pop juga setidaknya menggeser penilaian tentang selera mengenai fisik idaman bagi seorang wanita, termasuk anak-anak. Tanpa kita sadari, ia akan berkembang menjadi seorang yang rasis dan intoleran karena nilai yang dia konstruk sendiri. Lebih lagi mendambakan hidung mancung, kulit putih, dan berdada besar. Karakter utama yang mereka selalu tonton terwakili dalam dominasi yang kemudian melanggengkan seksisme.
Ini harus segera berakhir, jangan sampai dia bertindak salah terhadap orang lain, lebih lagi menggunakan cara dan jalan yang salah dalam menanggapi operasi plastik. Biar bagaimanapun, dunia hiburan Korea akan selalu memberikan peran utama bagi mereka yang putih, tinggi, dan cantik, namun sebaliknya – sisanya akan terpinggirkan. Atau bahkan diturunkan perannya menjadi seorang figuran teman yang bodoh, atau bahkan seorang penjahat dalam film-film tersebut.
Dalam setiap kelas karakter, public speaking dan personal branding saya untuk anak-anak, saya selalu membagikan kepada mereka tentang penolakan terhadap kebencian diri. Terutama pada diri sendiri. Semenjak hal itu, dalam kesempatan yang sama pada setiap kelas saya untuk orang dewasa, atau para orang tua. Saya selalu mangajak mereka untuk mengatakan kepada anak-anak kita setiap hari bahwa kulit cokelatnya menakjubkan. Bekerjasamalah para suami-istri, teman, keluarga, dan kerabat untuk menghargai setiap kebaikan pada kecantikan. Sampaikan juga bahwa konsep kecantikan menurut Dr Jeremy Nicholson MSW, PhD, bahwa kecantikan bukan hanya melalui fisik, melainkan “merawat diri” dalam bentuk pemikiran, kesehatan, dan penampilan yang baik.
Semakin banyak dia mencintai dirinya sendiri, semakin banyak juga dia dicintai orang lain karena dia dapat menerima dirinya sendiri. Tentu tidak ada ruginya, dibandingkan dia mengutuk dirinya sendiri, apalagi memaki orang lain. Kemungkinan rasis akan berkurang dan membantu orang tua memberikan self-confidence berbasis well-being character pada anak gadis yang kita harapkan penuh kebaikan. Paling penting, dewasanya dia akan selalu berdamai dengan diri sendiri.
Beberapa bentuk komunikasi lain yang bisa diterapkan adalah : Pertama, perhatikan pemilihan kata yang tidak menyinggung suku, agama, ras, dan golongan, serta bentuk fisik manusia. Kedua, berikan contoh komunikasi yang baik untuk menunjukkan sikap positif pada perbedaan orang lain. Ketiga, tidak menghubungkan tindakan kejahatan dengan suku, agama, atau ras tertentu. Keempat, jelaskan tentang keberagaman manusia bahwa manusia tidak dapat dilihat dari SARAnya. Kelima, ikut sertakan dalam kegiatan yang menjunjung tinggi perbedaan dan multikultural.
Saya percaya, semakin anak bisa menerima dirinya sendiri, semakin dia bisa menerima perbedaan, semakin dia bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
Baca juga :
Transformasi Kesehatan Tradisional Indonesia
Ibukota Negara Baru Seharusnya NUSANTARAPURA
Mahasiswa, Teknologi dan Potensi yang Terasah karena Pandemi
Ikuti informasi penting dari kampus.republika.co.id. Anda juga dapat berpartisipasi mengisi konten, kirimkan tulisan, foto, info grafis, dan video melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com